REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Memasuki Kuartal-I 2019, progress Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) telah mencapai prosentase cukup signifikan. Pengerjaan konstruksi ditargetkan mencapai 60 persen pada akhir tahun ini.
Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana mengatakan saat ini perseroan telah menyelesaikan akuisisi lahan 131,34 km atau 92,3 persen total jalur KCJB yang menghubungkan empat stasiun, yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar Bandung.
“Selebihnya, sisa lahan sepanjang 10,96 km akan segera dibebaskan dan dioptimalkan bagi fasilitas umum dan sosial,” ujar dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Jumat (22/3).
Dia menjelaskan dari sisi kontruksi, pada kuartal I 2019, proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini telah mencapai 8,46 persen. Kemajuan itu dapat ditinjau dari telah selesainya 8 konstruksi dari 13 tunnel yang dibangun sepanjang Jakarta hingga Bandung dengan perincian antara lain
1. Diapraghm wall dan galian entrance foundation Tunnel 1 telah selesai;
2. Tunnel 2 sedang dalam pembangunan jalan akses inlet Tunnel;
3. Galian Tunnel 4 mencapai 55 meter;
4. Jalan akses Tunnel dan outlet side slopes Tunnel 6 telah selesai;
5. Galian Tunnel 8 mencapai 108 meter;
6. Pagar di saluran masuk dan intersepsi Tunnel 10 sedang dibangun, total mencapai 322,5 meter;
7. Pembangunan konstruksi Site Office di outlet Tunnel 11 selesai;
8. Borepile di Lokasi Relokasi LRT telah selesai dan sedang dalam tahap pembuatan Pilecap dan persiapan pembangunan pier di 94 titik;
9. Galian Tunnel Walini mencapai 242,2 meter;
10. 581 bored piles dan pouring pier #32 di Brigif Elevated telah selesai;
Lebih lanjut, beberapa Temporary Facilities juga telah selesai dibangun diantaranya Batching Plant WIKA, Batching Plant Sinohydro, Batching Plant CREC, Casting Yard Sinohydro, Casting Yard WIKA, dan Rebar Workshop CREC di beberapa titik Jakarta – Bandung.
Pembangunan Bendungan
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah mendorong infrastruktur 65 bendungan yang terdiri dari 16 bendungan lama dan 49 proyek baru. Pembangunan bendungan-bendungan tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan ketahanan air dan kedaulatan pangan.
Tumiyana menjelaskan dibangunnya 65 bendungan tersebut, maka ketersediaan tampungan air di Indonesia akan meningkat menjadi 19,1 miliar meter kubik dari sebelumnya 12,6 miliar meter kubik yang berasal dari 230 bendungan yang ada saat ini.
“Pada tahun lalu, Wika telah mencatatkan perolehan lima proyek bendungan yang tersebar di seantero Nusantara dengan total mencapai Rp 4,32 triliun,” ungkapnya.
Bendungan-bendungan tersebut, yaitu, Bendungan Sadawarna Jawa Barat, Bendungan Komering II Dihaji Sumatera Selatan, Bendungan Tugu Tahap II Trenggalek Jawa Timur, Bendungan Randugunting, dan Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.
Perolehan tersebut tentu saja semakin mendorong Wika sebagai salah satu BUMN terbesar yang membangun tidak kurang dari 19 portofolio bendungan, antara lain, Bendungan Jatigede Jawa Barat, Bendungan Keureto Aceh, Bendungan Passeloreng Sulawesi Selatan, Bendungan Kuwil Kawangkoan Sulawesi Utara, Bendungan Kuningan Jawa Barat, Bendungan Karian Banten, Bendungan Cipanas Jawa Barat, Bendungan Bendo Jawa Timur, Bendungan Sukamahi Jawa Barat, Bendungan Sei Gong Kepulauan Riau, Bendungan Pamukullu Sulawesi Selatan, Bendungan Tugu Jawa Timur, hingga Bendungan Lau Simeme Sumatera Utara.