Jumat 22 Mar 2019 11:45 WIB

Sri Mulyani Dorong Penggunaan Kartu Kredit di Kementerian

Lembaga pemerintah diminta menggunakan kartu kredit untuk belanja anggaran negara

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan mendorong seluruh kementerian dan lembaga (K/L) untuk menggunakan kartu kredit dalam melakukan pembelanjaan. Tujuannya, agar alokasi belanja pemerintah dapat lebih akuntabel dan reliabel dibanding dengan menggunakan cash seperti yang dilakukan selama ini.

Menurut Sri, belanja dengan menggunakan uang cash akan menyulitkan tim pengawas untuk memastikan pertanggungjawabannya. Laporannya pun harus dilakukan secara tertulis.

Baca Juga

"Kalau kartu kredit kan tidak harus tertulis, ada laporan dari bank yang kita gunakan credit card-nya," tuturnya di hadapan 1.200 orang yang berasal dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (21/3).

Kini, pemerintah tengah melakukan uji coba di sejumlah instansi, termasuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg). Proses uji coba sendiri sudah dilakukan sejak tahun lalu dengan batasan kredit sesuai dengan uang persediaan yang dimiliki.

Menurut Sri, pihaknya terus melakukan evaluasi untuk memperbaiki poin-poin yang masih menjadi kekurangan. Ia berharap, dalam waktu dekat, pelaksanaan penggunaan kartu kredit dalam diterapkan di K/L lain.

"Kita lihat hasil evaluasinya, tapi dari segi desain, tujuannya kan untuk ciptakan akuntabilitas secara lebih mudah dan lebih reliable," katanya. 

Dorongan Sri semakin kuat mengingat pemerintah memprioritaskan alokasi belanja untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, penilaian akuntabel dalam belanja untuk SDM lebih sulit dibanding dengan pembangunan infrastruktur karena tidak terlihat hasil fisiknya.

Menurut informasi yang didapatkan dari situs Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, setidaknya ada empat tujuan dari penggunaan kartu kredit pemerintahan ini. Yakni, meminimalkan penggunaan uang tunai atau cashless, meningkatkan keamanan transaksi, mengurangi fraud dan mengurangi idle cash uang persediaan di rekening pemerintah.

Penggunaan kartu kredit tidak bisa digunakan untuk semua belanja negara. Sebab, hanya dapat dipakai untuk pembayaran dengan nilai di bawah Rp 50 juta per transaksi. Selain itu, kartu kredit hanya untuk pembayaran bersifat uang persediaan atau uang yang disediakan untuk satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

Plafon kartu kredit berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 200 juta, tergantung pada jumlah persediaan yang dikelola satuan kerja masing-masing. Kartu kredit pemerintah dapat digunakan untuk melakukan pembayaran belanja barang dan perjalanan dinas pegawai.

Sri mengatakan, pemerintah bersama APIP memiliki tanggung jawab penting dalam membangun tata kelola dan institusi yang baik di Indonesia. Sebab, sejarah dunia menunjukkan, tidak ada satu negara pun yang bisa menjadi negara maju, negara dengan pendapatan tinggi, apabila tidak ada institusi dan tata kelola baik.

Sri turut mengajak APIP untuk mendalami pemahaman, komitmen dan merasakan peran masing-masing untuk membangun institusi dan tata kelola yang baik. "Bapak dan ibu di sini adalah pertaruhan paling riil apakah Indonesia bisa punya institusi dan tata kelola yang baik atau tidak," ucapnya.

Di tempat yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan, pencegahan penyelewengan anggaran lebih penting dibanding dengan pemeriksaan dalam sistem pengawasan pemerintahan. Tapi, hal ini belum diterapkan di Indonesia yang kebanyakan menyorot poin pemeriksaan saja.

JK menjelaskan, Indonesia memiliki banyak lembaga pengawas di hampir seluruh lapisan pemerintahan. Di antaranya Badan Pemeriksa Keuangan, kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, sampai LSM turut mengawasi kinerja pemerintah.

Dampaknya, kinerja pemerintah mendapat pengawasan berkali-kali yang juga menimbulkan terlihat banyak kebocoran'. "Kalau banyak (penyelewengan) yang bocor seperti sekarang, tentu juga akibat banyaknya pemeriksaan, sehingga banyak diketahui," ucapnya.

JK menambahkan, pengawasan mempunyai peran sentral. Apalagi, anggaran pemerintah terus meningkat hingga dua kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada 2010, pemerintah memiliki anggaran sekitar Rp 1.200 triliun yang saat ini melonjak hingga Rp 2.200 triliun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement