Mobil Innova hitam melaju pelan menyusuri jalan lengang menuju Pondok Ahlus Shuffah. Pondok tahfiz itu terletak cukup jauh dari jalan raya Gunung Tembak, Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur.
Jaraknya sekitar 20 menit. Sebagian jalan beraspal dan sebagian lagi masih berupa tanah biasa dan bebatuan. Mobil pun sesekali jalan tersendat-sendat.
Setelah melewati perkebunan karet, mobil akhirnya masuk ke kawasan pesantren. Pesantren yang baru berdiri tiga tahun silam ini terletak di atas lahan seluas enam hektar. Dikelilingi kebun karet rindang, dan hutan yang belum terjamah. Bentuknya berbukit-bukit. Sejauh mata memandang, hamparan pohon hijau yang tampak.
Hawa di sini relatif sejuk apalagi di pagi hari amat dingin. Sehingga Cocok untuk menghafal Al-Qur’an. Lebih pas lagi di pesantren ini disediakan gazebo yang terletak di beberapa sudut.
Salah satunya yang terletak tak jauh dari masjid. Ada dua gazebo. Di kanan dan kiri. Gazebo itu cocok untuk para santri menghafal dan memurajaah hafalan.
Tim Baitul Mal Hidayatullah (BMH) Balikpapan tiba di pesantren sekitar pukul 14.00 siang. Suasana pesantren agak sepi. Para santri beristirahat setelah lelah menghafal. Dan, memang jam itu adalah jam istirahat. Namun, tak sedikit yang sibuk menghafal Al-Qur’an. Riuangan santri membaca Al-Qur’anterdengar di selasar pesantren. Ada yang digazebo, di masjid, dan tempat lain. Ramai.
Pesantren Tahfiz Ahlus Shuffah baru berdiri sekitar tiga tahun silam. Meski belum lama berdiri, sambutan masyarakat sangat besar. Buktinya, banyak santri yang mondok di tempat ini. Jumlahnya lebih dari 200 orang. Mereka datang dari berbagai daerah. Kebanyakan dari Kalimantan Timur. Ada juga dari Sulawesi, Sumatera, bahkan Papua. Jauh-jauh.
Pesantren Tahfiz Ahlus Shuffah
Menurut Waka Kurikulum, Ustaz Nasran, pesantren ini didirikan untuk mencetak para penghafal (hafiz) Al-Qur’an. Karena itu, pelajaran yang dipelajari tidak banyak. Fokusnya menghafal. Selebihnya pelajaran agama, seperti bahasa Arab, fiqih, hadis, aqidah, dan juga matematika. Tidak banyak.Sekadar untuk persiapan ujian formal.
Karena itu, tak heran jika jadwal belajar di pesantren ini didominasi tahfiz. Bahkan saking padatnya jadwal tahfiz, boleh dibilang belajarnya mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi hanya menghafal dan memurajaah.Khusus pukul 03.00 dini hari, seluruh santri shalat tahajud hingga shubuh.
“Usai shubuh menghafal, pagi setoran hafalan, bakda zuhur istirahat, ashar olahraga, sedangkan bakda magrib dan isya menghafal lagi,” tutur Ustaz Abu Hurairah, pengasuh Pesantren Ahlus Shuffah.
Perkembangan hafalan santri sangat bagus. Jika dulunya belum memiliki hafalan, kini telah hafal beberapa juz. Yang dulunya memiliki hafalan sedikit kini bertambah jadi banyak. Salah satunya Muhammad Fadlul Aktsar. Santri asal Sulawesi yang telah nyantri di pesantren selama tiga tahun ini telah hafal 25 juz. Sisa 5 juz lagi akan diselesaikan sampai lulus nanti.
Ketika dites untuk melanjutkan bacaan ayat Al-Qur’an, santri yang biasa disapa Fadlul ini bisa melanjutkan. Padahal, waktu itu, dia diminta melanjutkan bacaan yang dibaca secara acak dari juz 21. Tanpa melihat Al-Qur’an, Fadlul langsung meneruskan bacaan. Santri yang bercita-cita jadi ustaz ini lulus pesantren ingin melanjutkan ke Universitas Madinah.
Cetak Kader Hafiz
Pesantren Ahlus Shuffah sempat mewisuda santri dengan berbagai kategori hafalan. Dari puluhan wisudawan, beberapa santri yang telah hafal 30 juz. Santri yang telah lulus tidak langsung melanjutkan kuliah. Mereka harus mengabdi selama setahun dulu di beberapa cabang Pesantren Hidayatullah. Setelah itu, baru boleh kuliah.
Alumninya kini telah melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Untuk di luar negeri seperti di Universitas Madinah, Universitas Al-Azhar, Cairo, dan Universitas di Sudan. Sedangkan untuk di dalam negeri seperti LIPIA Jakarta, Ma’had ‘Ali Ar-Royah, Wadi Mubarok, dan lain sebagainya.
Pesantren Tahfiz Ahlus Shuffah
Salah satu alumni melanjutkan ke Jami’ah di Sudan adalah Abu Hurairah. Santri asal Aceh ini sempat melanjutkan ke salah satu Universitas di Sudan. Namun, karena terkendala dana, dia hanya sempat belajar beberapa semester. Selanjutnya menempuh program talaqqi dengan beberapa syaikh untuk memperdalam ilmu hadis.
Usai dari Sudan, Abu Hurairah yang memiliki hafalan 15 juz ini kembali ke pesantren almamaternya dulu. Sehari-hari ustaz yang belum lama menikah dengan gadis asal Sulawesi ini membimbing tahfiz para santri dan mengajar bahasa Arab. Dia menempati rumah dinas di kompleks pesantren tak jauh dari masjid.
Alumni Pesantren Ahlus Shuffah menuru Ustaz Nasran memang dicetak untuk menjadi kader dakwah. Setelah selesai, mereka diharapkan menjadi kader dakwah yang bertugas di berbagai pesantren Hidayatullah yang tersebar di seluruh Tanah Air. Selain itu, ada juga yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Para alumni Insya Allah, akan kembali ke lembaga, dan masyarakat untuk menjadi kader dakwah yang mencerahkan umat,” tuturnya.
Santri di pesantren Ahlus Shuffah berasal dari latar belakang ekonomi keluarga yang berbeda-beda. Ada yang mampu, sedang, dan tidak mampu sama sekali.Pembiayaan pun dipungut sesuai kemampuan orangtua. Tidak sama. Bahkan, jika berasal dari keluarga tidak mampu sama sekali, tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.
“Selama ini, jika ada santri yang tidak mampu dapat subsidi dari BMH Balikpapan,” ujar alumni UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini.
Selama sekitar tiga tahun ini, lanjutnya, BMH yang selalu membantu berbagai kebutuhan pesantren. Mulai dari proses pembangunan, operasional, dan kebutuhan santri. “Jadi, BMH Balikpapan selama ini telah banyak membantu Pesantren Ashabus Shuffah,” lanjutnya.
Penulis: Syaiful Anshor, Penulis buku, tinggal di Balikpapan