REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Regional Coordinator for Disaster and Conflicts in the Asia Pacific, UN Environment, Lisa Guppy mengatakan, Asia Pasifik merupakan daerah yang paling rawan bencana di dunia. Diperlukan sejumlah upaya dan pengembangan teknologi untuk mencari solusi dalam mengurangi risiko bencana.
Hal itu sisampaikan dalam Training of Instructurs dalam pengurangan risiko bencana di Yogyakarta. "Diharapkan, secara bersama-sama dapat dikembangkan teknologi dan menemukan solusi untuk mengurangi risiko bencana," kata Lisa di Fakultas Geografi UGM, Jumat (22/3).
Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati mengatakan, usaha-usaha pengurangan risiko bencana menjadi hal yang sangat penting dilakukan. Terlebih, lanjut Jadi, di negara-negara seperti Indonesia. Pasalnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rentan bencana mulai banjir, gempa bumi, tanah longsor, tsunami dan lain-lain.
Ia berpendapat, berbagai bencana yang terjadi sudah memakan banyak korban dan kerugian material yang tidak sedikit. Karenanya, pemahaman risiko bencana jadi langkah prioritas dalam menghadapai bencana.
Untuk itu, Jati mengingatkan pentingnya peningkatan kapasitas tidak cuma dari pemerintah, tapi masyarakat. Melalui peningkatan kapasitas itu, diharap mampu menurunkan resiko jika terjadi bencana.
"Dalam mitigasi bencana juga perlu sinergi dengan semua pihak, termasuk dengan akademisi dan para ahli," ujar Jati.
Senada, Dekan Fakultas Geografi UGM, Muhammad Aris Marfai menekankan, sinergi dan kolaborasi berbagai pihak memang sangat penting. Utamanya, dalam usaha pengurangan resiko bencana.
Untuk itu, melalui forum-forum seperti ini, diharapkan para peserta dapat saling berbagi informasi dan berdiskusi. Tujuannya, tidak lain menemukan solusi untuk mengurangi dampak bencana.
Sebanyak 25 pakar di Kawasan Asia-Pasifik dan Afrika mengikuti Training of Instructurs dalam pengurangan risiko bencana di Yogyakarta. Kali ini, pelatihan pengurangan berbasis ekosistem dan adaptasi perubahan iklim.
Selama enam hari sejak 18 Maret 2019, mereka semua mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut. Hari terakhir sekaligus penutupan pelatihan berlangsung Jumat.
Pelatihan sendiri tidak diadakan UGM sendiri. Mereka turut bekerja sama dengan United Nation Environment Programme (UNDP) dan Partnership for Environment and Disaster Risk Reduction (PEDRR). Para peserta merupakan pakar dan peneliti bidang kebencanaan dan lingkungan dari sejumlah perguruan tinggi dan institusi. Mulai Singapura, Filipina, India, Thailand, Jepang, Nepal, Taiwan, Kenya dan Mesir.