REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia dan Iran mengkritik rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Kedua negara menilai langkah itu jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakhrova, pada Jumat (22/3), mengatakan perubahan status Dataran Tinggi Golan akan menjadi pelanggaran langsung terhadap keputusan PBB. Sebab, saat ini Golan masih dipandang sebagai wilayah Suriah yang diduduki Israel.
Hal senada dinyatakan juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi. Dia menilai, langkah AS mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel adalah ilegal. "Pengakuan ilegal dan tidak dapat diterima ini tidak mengubah fakta bahwa wilayah itu milik Suriah," ujarnya, dikutip laman Haaretz.
Trump telah mengutarakan rencananya untuk mengakui Dataran Tinggu Golan sebagai milik Israel. "Setelah 52 tahun, saatnya bagi AS untuk sepenuhnya mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang sangat penting bagi keamanan Negara Israel dan Stabilitas Regional!" ucapnya melalui akun Twitter pribadinya, Kamis (21/3).
Pernyataan Trump itu muncul sehari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak AS agar segera memgakui Golan sebagai bagian dari teritorialnya. "Sudah tiba waktunya bagi AS untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," ujar Netanyahu.
Dataran Tinggi Golan direbut Israel dari Suriah setelah berakhirnya Perang Arab-Israel pada Juni 1967. Sekitar dua pertiga Dataran Tinggi Golan tetap di bawah kendali Israel setelah Perang Yom Kippur pada 1973.
Namun pada 1981, pemerintahan Menachem Begin menerbitkan Golan Heights Law yang secara efektif mencaplok Golan sebagai bagian dari kekuasaan Israel. PBB dan negara-negara besar dunia, termasuk AS, Rusia dan Uni Eropa sampai saat ini menolak mengakui pencaplokan tersebut.