REPUBLIKA.CO.ID, AUCKLAND -- Sebuah sekolah khusus putri di Auckland mengubah kebijakan seragamnya dan sekarang memungkinkan siswanya untuk mengenakan jilbab. Hal itu dilakukan setelah adanya serangan penembakan di dua masjid di kota Christchurch. Sekolah itu juga menerima kritik terkait seragam sekolah.
Kontroversi seputar pelarangan jilbab di Diocesan School for Girls sebelumnya muncul setelah salah satu guru mengutarakan kekhawatirannya kepada media Turki tentang aturan seragamnya. Kisah tentang sekolah Anglikan di Epsom tersebut muncul kurang dari seminggu setelah 50 Muslim meninggal dalam serangan teroris di dua masjid Christchurch minggu lalu.
Kepala sekolah Heather McRae bersikukuh dengan dress code dalam pernyataan publik sebelumnya meskipun wacana publik menyerukan perubahan. Namun, McRae dan ketua dewan, Andrew Peterson, mengatakan sekolah akan merevisi kebijakan seragamnya untuk memungkinkan siswa mengenakan jilbab.
"Setelah melakukan diskusi dengan hati-hati dan mempertimbangkan menerima masukan dari masyarakat, kami percaya revisi kebijakan seragam kami adalah tepat," bunyi pernyataan mereka, dilansir di New Zealand Herald, Jumat (22/3).
"Kami adalah sekolah yang berbelas kasih dan selalu terbuka untuk berdiskusi dengan keluarga dan siswa kami mengenai kebijakan seragam kami."
McRae dan Peterson mengatakan kebijakan seragam itu untuk menumbuhkan rasa inklusif dan untuk menghindari perbedaan dalam berpakaian yang mungkin mengundang perpecahan dan perpisahan.
"Sejauh yang kami ketahui, tidak pernah ada permintaan resmi dari orang tua atau siswa untuk mengenakan jilbab di sekolah," ujarnya.
Sekolah yang berusia lebih dari 100 tahun itu juga mengheningkan cipta dua menit hari ini dan mendukung acara nasional "Selendang dalam Solidaritas" - yang menghormati para korban serangan Christchurch.