Jumat 22 Mar 2019 18:27 WIB

KPK Pisahkan Honor Menag dan Uang Terkait Pokok Perkara

PPP mengklaim uang yang disita KPK dari ruang kerja Menteri Agama adalah honor.

Kementerian Agama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat tiba di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (18/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kementerian Agama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat tiba di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho

KPK menegaskan segala bentuk penyitaan penyidik dilakukan setelah memastikan bukti tersebut merupakan bagian dari perkara. Hal ini menanggapi PPP yang mengklaim bahwa uang yang ditemukan KPK dari laci meja ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin adalah honor pribadi.

Menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, saat penggeledahan pada Sabtu pekan lalu, penyidik juga menemukan beberapa uang lain di ruangan menteri agama. Namun, dari informasi atau dari data yang ada saat itu diduga merupakan honorarium dan uang-uang tersebut tidak dibawa.

"Jadi sejak awal tim KPK sudah memisahkan mana uang dalam amplop yang merupakan honor, mana yang bukan. Tapi tentu nanti ada proses klarifikasi lebih lanjut yang akan kami tanya saat proses pemeriksaan," kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/3).

Febri menegaskan, ketika melakukan penyitaan, berarti penyidik KPK menduga bukti-bukti tersebut, termasuk uang diduga terkait dengan pokok perkara. Sehingga, KPK mempersilakan pihak terkait menjelaskan asal uang tersebut apakah honor atau dana operasional atau hal lain lewat pemberian keterangan sebagai saksi.

"Tapi ada yang perlu kita ingat bahwa honorarium apalagi untuk penyelenggara negara atau pegawai negeri itu ada standar nilainya," ujar Febri.

Febri menjelaskan, standar nilai tersebut diatur di Direktorat Gratifikasi KPK. Menurutnya ada banyak laporan yang masuk dari berbagai pihak terkait.

Misalnya, ia menyontohkan, ada pejabat melaporkan menerima honor Rp 100 juta sebagai pembicara dalam sebuah acara selama dua atau tiga jam, KPK akan mengecek standar biaya menjadi pembicara selama satu jam. "Kalau standar biayanya untuk ahli sekitar Rp 1,7 juta atau Rp 1,8 juta, atau katakanlah Rp 2 juta dikali tiga jam, maka yang berhak diterima menjadi milik penerima itu," terang Febri.

Febri melanjutkan, jika honor terkait pembicara sangat besar, misalnya mencapai Rp 50 juta atau Rp 100 juta, maka sisanya menjadi milik negara. "Itu artinya apa kalau ada honor yang sangat besar sepantasnya itu dilaporkan sejak awal ke Direktorat Gratifikasi. Ini di luar konteks, saya ingin menjelaskan soal honor tersebut," kaya Febri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement