REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar pengungsi di Distrik Sentani dan sekitarnya, Jayapura, Papua, mulai banyak yang kembali rumahnya. Salah satu tempat yang dijadikan tempat pengungsian adalah tempat ibadah yakni Masjid Darul Ulum, Doyo Baru, Distrik Waibu.
Sekretaris Masjid Darul Ulum, Nopri Astor menuturkan di hari-hari awal pascabencana, jumlah keluarga yang mengungsi di masjid mencapai belasan. "Cuma mereka sudah banyak yang kembali untuk membersihkan rumah-rumah mereka," ujar dia kepada Republika.co.id di Masjid Darul Ulum, Waibu, Jayapura, Jumat (22/3).
Saat hendak beristirahat, lanjut Nopri, biasanya mereka yang terdampak banjir bandang ini menumpang di rumah-rumah tetangga yang aman. "Kalau pada pagi hari mereka kembali bekerja dan kalau malam hari mereka menumpang di rumah-rumah tetangga yang memiliki rumah cukup aman," katanya.
Salah seorang pengungsi yang ditemui, Jumsida, mengungkapkan ia sudah enam hari berada di masjid tersebut. Beruntung ia tak mengalami luka. Sebab pengungsi ada yang terkena hempasan material di bagian kakinya hingga terluka. Ada juga yang terluka akibat melompati pagar untuk menghindar dari terjangan banjir bandang.
"Kami di sini ikut membantu juga, penanganan pertama untuk mereka yang cedera dan luka langsung kami oleskan minyak tawon," ungkap dia.
Pengungsi lain, Lisa Rumaseb, mengeluhkan kondisi kesehatannya. Dia khawatir terkena penyakit seperti sakit batuk dan pilek karena cuaca yang dingin. Karena itu, pelayanan kesehatan di daerahnya memang diperlukan.
Sementara itu, Koordinator Posko Gereja Advent, Rowley Sakul, mengatakan di awal peristiwa banjir bandang terjadi, yakni Ahad (17/3) lalu, total pengungsi mulai dari anak-anak hingga dewasa itu mencapai 70 jiwa. Sebagian pengungsi yang datang saat itu ada yang terluka cukup parah sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit untuk dijahit.
"Kalau sakit ringan seperti diare, sakit kepala mungkin karena post trauma karena stres sehingga jadi pusing paling kita kasih istirahat, minum air, dikasih obat," paparnya.
Meski begitu, Rowley mengkhawatirkan kondisi mental para pengungsi. Karena, sebagian besar dari mereka itu stres dan mengalami trauma. Karena itu ia dan relawan lain kerap membuat permainan sehingga pengungsi bisa tertawa lepas dan terhibur.
"Mereka semua susah hati. Stres. Kami harus membuat mereka tertawa, menghibur mereka. Yang paling utama itu traumanya," ujar dia.
Sejak Kamis (21/3) kemarin, intensitas hujan memang berkurang. Biasanya hujan lebat terjadi pada malam hari tapi sejak Kamis lalu hujan tidak turun dengan lebat dan lama di malam hari. Di siang hari, hujan kerap turun di Sentani dengan intensitas yang rendah.