REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Bank Indonesia melonggarkan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) bertujuan membawa kredit 2019 pada batas atas target 10-12 persen. Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Ita Rulina menyampaikan ini adalah respons BI terhadap perkembangan di pasar perbankan.
Ia menilai sesuai kondisi pasar seharusnya masih memungkinkan kredit untuk tumbuh lebih cepat. Sejumlah faktor dianggap cukup baik sehingga perbankan perlu dorongan lebih untuk menyalurkan kredit.
Kredit perbankan pada Januari 2019 tumbuh 11,7 persen, lebih tinggi dari Desember 2018 yakni 11,75 persen. Ini karena konsumsi rumah tangga terpantau meningkat. Kredit UMKM juga tumbuh menjadi 11,01 persen dari 9,5 persen.
"Permodalan perbankan juga ternyata masih terjaga di level yang relatif tinggi," kata Ita di Yogyakarta, Sabtu (23/3).
Pada Januari 2019, rasio kecukupan modal (CAR) berada di level 23,12 persen, meningkat dari bulan Desember sebesar 22,89 persen. CAR perbankan didominasi oleh bank BUKU 3 dan Buku 2.
Selain itu likuiditas mengalami peningkatan, rasio alat likuid per Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 20,23 persen, lebih tinggi dari 19,21 persen bulan sebelumnya. Namun, efisiensi perbankan ternyata menurun meski profitabilitas meningkat.
"Secara umum, ini modal yang cukup, pun kita lihat kinerja pasar ternyata membaik, sektor riilnya bergerak," katanya.
Kinerja korporasi publik non keuangan pada kuartal tiga menunjukkan perbaikan, terutama di sektor aneka industri, perdagangan, dan industri dasar juga kimia. Perbaikan kinerja tercermin dari profitabilitas dan produktivitas yang meningkat.
Ita mengatakan kemampuan bayar korporasi dalam melunasi utang menurun, namun kemampuan membayar bunga cukup membaik. BI pun melihat komponen kinerja di pasar modal. Pembiayaan melalui pasar modal di awal tahun 2019 menunjukkan peningkatan.
Ita mengatakan pelonggaran RIM merupakan relaksasi untuk mengurangi risiko perilaku prosiklikalitas perbankan. Ini merupakan menyempurnaan dari Giro Wajib Minimum LFR yang meliputi tambahan setoran giro bagi bank dengan RIM dengan batas 84-94 persen dan memperluas komponen kredit dengan memasukkan Surat Berharga yang dibeli oleh bank.
"Memang seharusnya efeknya siginfikan, namun tetap harus kita koordinasikan dengan otoritas terkait," kata Ita.
Ia menyadari bahwa pertumbuhan kredit tidak merata. Masing-masing bank memiliki spesialisasi terhadap penyaluran kredit sektor tertentu. Sehingga pelonggaran RIM juga dapat membantu bank untuk meningkatkan keahlian di semua sektor.
Penerapannya akan dimulai pada 1 Juli 2019 sehingga perbankan dapat leluasa melakukan lebih banyak penyesuaian. Ini juga menjadi sinyal bagi pelaku usaha agar tidak segan mengajukan kredit pada perbankan mesti tetap hati-hati pada kualitas NPL.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk., Ryan Kiryanto mengatakan kebijakan tersebut membuka peluang dan dapat dinikmati semua segmen khususnya bank Buku 1 dan 2. Meski demikian, ia menilai bank memiliki preferensi masing-masing dalam penyaluran kredit.
"Bank memiliki kadar kenormalannya masing-masing dalam menentukan rasio untuk dapat menyalurkan kredit," katanya.
Seperti BNI, katanya, yang lebih nyaman dengan LDR 88-90 persen. Meski demikian, ada juga bank yang masih tetap nyaman dengan LDR 95 persen atau 80 persen. Setiap bank memiliki kebijakan masing-masing.
Sehingga menurutnya, kebijakan pelonggaran RIM akan perlu waktu untuk menghasilkan efek yang signifikan. Meski ia yakin secara umum, perekonomian tahun ini dapat menjadi lebih baik karena ada upaya reformasi struktural, perizinan, dan peningkatan bisnis.