REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia masih terus merumuskan langkah-langkah strategis untuk melawan kebijakan Uni Eropa yang berencana mengurangi penggunaan bahan bakar nabati berbasis sawit. Sementera kebijakan masih dirundingkan, Kementerian Luar Negeri menilai, ada kemungkinan kebijakan Uni Eropa itu sekaligus untuk menyeimbangkan nilai perdagangan.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri Bidang Diplomasi Ekonomi Kemenlu, Peter F Gontha, menuturkan, saat ini, neraca perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa mengalami surplus.
Mengutip statistik Kementerian Perdagangan, pada tahun 2018 nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa mencapai 17,1 miliar dolar AS, sedangkan nilai impor hanya 14,1 miliar dolar AS. Dengan kata lain, Indonesia mengantongi surplus sebesar 3 miliar dolar AS.
Adapun total perdagangan Indonesia-Uni Eropa selama 2018 menembus 31,2 miliar dolar AS atau naik 8,29 persen dibanding perdagangan sepanjang 2017. Khusus ekspor Indonesia ke Uni Eropa, kurun waktu 2014-2018 rata-rata tercatat meningkat 4,59 persen.
“Pertanyaannya sekarang, dengan mereka mau melarang minyak sawit kita, apakah mereka mencoba untuk melakukan diskriminasi agar neraca dagang kita berubah juga?” ujarnya.
Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum dapat membuktikan dugaan tersebut. Oleh sebab itu, kata Peter, antara pemerintah dan pelaku usaha sektor industri minyak sawit harus bersama-sama membuat keputusan yang tepat. Tentunya, keputusan itu mesti di dukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia beserta para kelompok LSM.
“Kita harus akui, kita memiliki kesalahan dengan adanya deforestasi selama 10 tahun. Tapi, kita sudah mengikuti climate change policy supaya dunia menganggap kita memperhatikan iklim,” ujar dia.
Peter mengatakan, pada 25-28 Maret 2019 Parlemen UE akan mengadakan sidang paripurna. Kemudian, pada 15 April 2019 parlemen kembali mengadakan sidang. Menurut dia, di antara kedua sidang itu parlemen bisa saja memutuskan sikap terkait rekomendasi Komisi Uni Eropa untuk pengurangan penggunaan sawit.
“Oleh karena itu, pihak DPR juga akan menyampaikan sikap sekaligus menulis surat untuk Parlemen Eropa,” katanya.