REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengumumkan pembentukan komisi khusus (Royal Commission) dengan tugas menyelidiki seluruh rangkaian kejadian yang melatarbelakangi serangan teror di Kota Christchurch pada 15 Maret lalu.
Langkah itu diambil PM Ardern sebagai upaya untuk memeriksa seluruh peristiwa yang mengarah pada serangan itu, bukan respons terhadapnya.
"Di saat warga Selandia Baru dan masyarakat Islam seluruh dunia berduka dan saling menunjukkan simpatinya, mereka juga mengajukan pertanyaan tentang bagaimana serangan teror ini dapat terjadi di sini," katanya.
Topik yang juga akan diselidiki termasuk aksesibilitas senjata semi-otomatis, peran media sosial serta lembaga intelijen dan keamanan.
"Singkatnya, penyelidikan ini akan memeriksa apa yang bisa atau seharusnya dilakukan untuk mencegah serangan itu," ujarnya.
Menurut PM Ardern, pihak terkait menyambut baik komisi khusus ini, namun mengingatkan fokusnya adalah memastikan sekiranya serangan itu bisa dicegah.
Dia menegaskan, seluruh aspek harus diperiksa oleh komisi, untuk menjelaskan bagaimana tindakan terorisme ini terjadi dan apakah ada peluang untuk menghentikannya.
"Apakah aturan terkait pengawasan kita terlalu lunak? Satu pertanyaan yang perlu kita jawab yaitu apakah kita bisa atau seharusnya tahu lebih banyak," katanya.
"Selandia Baru bukan negara dengan banyak pengawasan. Tetapi apakah ini adalah aktivitas seseorang yang bisa kita ketahui atau tidak, merupakan pertanyaan yang harus dijawab," ujarnya.
PM Ardern tidak memberikan batas waktu kapan tugas komisi akan berakhir. Dia mengatakan komisi ini akan independen namun juga diharapkan tepat waktu. Pekan lalu, PM Ardern telah mengumumkan larangan senjata semi-otomatis gaya militer dan senapan serbu, yang bakal diundangkan pada 11 April.
Seorang warga Australia kini mendekam dalam tahanan sehubungan dengan serangan teror tersebut.
Simak juga berita lainnya dari ABC Indonesia.