REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Eksposit Strategic Arif Susanto menyebut adanya persaingan ketat di kalangan pemilih muda (17-30 tahun). Pemilih muda memiliki kecenderungan berada di tengah dibanding pemilih terdahulu.
"Mereka sebenarnya nggak apatis dengan politik hanya saja mereka enggan dengan lembaga-lembaga politik yang ada," kata Arif Susanto dalam agenda diskusi 'Siapa Selamat, Siapa Blunder' di Jakarta, Senin (25/3).
Pemilih milenial (21 hingga 30 tahun) diketahui berjumlah 42.843.792 orang berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU). Arif mengatakan, sebagai generasi yang tumbuh di era kebebasan, mereka memiliki perhatian lebih besar terhadap isu-isu etis.
Menurutnya, diperlukan terobosan model kampanye guna menggaet segmen pemilih milenial ini. Arif berpendapat, dengan jumlah besar dari kalangan pemilih muda mengherankan jika belum banyak terobosan model kampanye di kalangan ini.
Terobosan metode kampanye juga bisa dilakukan untuk menggaet golongan putih. Dia mengatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) diimbau untuk mengubah model kampanye agar dapat menggarap kelompok golput.
"Nah kalau capres dan cawapres atau tim kampanye tidak merubah model kampanye, ya itu golput nggak akan bisa digarap," katanya.
Sementara, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas mendapati elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 49,2 persen. Pasangan Prabowo-Sandiaga mendapat 37,4 persen dengan 13,4 persen responden menyatakan rahasia.