REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Bulog Sub Divre Subang, mengklaim targetan penyerapan gabah/beras untuk 2019 ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun-tahun sebelumnya, Bulog ditargetkan mampu menyerap 42 ribu ton setara beras. Namun, pada tahun ini targetnya hanya 10 ribu ton setara beras.
Kepala Bulog Sub Divre Subang, Dandy Arianto, membenarkan jika target nasional untuk penyerapan beras atau gabah yang dibebankan pada Bulog Subang mengalami penurunan. Hal ini, mengacu pada kebijakan pusat. Dengan demikian, penyerapan gabah ataupun beras di tahun ini, tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya.
"Alasan penurunan target itu, dari pusat langsung. Kami tak bisa menjelaskannya," ujar Dandy, kepada Republika.co.id, Senin (25/3).
Sampai saat ini, lanjut Dandy, pihaknya telah menyerap 500 ton setara beras. Belum banyaknya jumlah serapan ini, disebabkan oleh panen yang belum serentak. Sepertinya, panen raya akan terjadi pada April mendatang.
Dengan begitu, mulai bulan depan jajarannya akan melakukan penyerapan beras atau gabah secara maksimal saat panen raya tersebut. Untuk harga beras di tingkat petani saat ini masih cukup tinggi, yaitu Rp 8.000 sampai Rp 9.000 per kilogram untuk beras medium.
Pada 2019, penyerapan yang dilakukan Bulog Subang kecenderungannya lebih ke beras karena petani lebih menyukai penjualan beras. Harga pembelian yang ditetapkan tidak jauh dari harga pemerintah.
Adapun beras yang diserap Bulog ini, sambungnya, untuk pengadaan beras komersial seperti untuk memenuhi kebutuhan beras renceng, serta beras berkualitas dengan harga ekonomis. Beras ini juga untuk menyediakan beras untuk penjualan grosir maupun eceran.
"Juga, untuk memenuhi stok beras cadangan bencana. Saat ini, kuota untuk Subang belum berubah, yakni 100 ton yang disiapkan beras cadangan bencananya," ujar Dandy.
Terkait dengan beras miskin atau rastra, Dandy menyebutkan, program tersebut telah dihapus. Jadi, saat ini Bulog tidak lagi menyiapkan beras subdisi bagi warga miskin tersebut. Karena, programnya sudah diganti menjadi bantuan pangan non tunai (BPNT).
Sementara itu, Dedi Casmadi (37 tahun) salah seorang petani asal Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan, mengatakan, dirinya siap menjual beras ke Bulog saat panen nanti. Asalkan, harganya sama dengan harga pasaran. Bahkan, kalau boleh usul harganya lebih mahal dari harga pasar.
"Kita ingin, harga pembelian pemerintah ini lebih mahal atau minimalnya sama. Dengan begitu, seakan ada penghargaan dari pemerintah atas kerja keras petani dalam menyediakan bahan pangan pokok ini," ujarnya.