REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengingatkan para pihak di pemerintahan agar netral dalam Pemilu 2019. Dia mengatakan, netralitas kepolisian, militer, dan aparatur sipil negara (ASN), menjadi tolok ukur tentang penilaian baik atau buruk dari proses berdemokrasi di Indonesia. Zul, juga menebalkan pesan serupa kepada penyelenggara dan pengawas pemilu, KPU dan Bawaslu agar tak condong ke salah satu peserta pemilu.
“Kita ingin pemilu yang damai, jujur, bebas, dan adil. Tetapi itu tidak bisa datang sendirinya. Pemilu yang damai, jujur, bebas, dan adil, hanya bisa didapat kalau polisi, militer, KPU, Bawaslu, dan ASN kita bersikap netral,” kata Zul saat orasi kampanye terbuka Pemilu 2019 di GOR Ciracas, Jakarta Timur (Jaktim), Senin (25/3).
Zul, dalam kampanye tersebut, sebagai juru kampanye pendamping dari cawapres usungan PAN, Sandiaga Salahudin Uno. Dalam orasinya, Zul melanjutkan, Pemilu bukanlah sekadar meminta rakyat datang ke tempat pemungutan suara, lalu mencoblos kertas. Lebih dari itu, kata Zul, pesta demokrasi lima tahunan itu, satu-satunya sarana yang diakui konstitusi untuk mengevaluasi kepemimpinan negara. Evaluasi tersebut, kata dia terangkum dalam hasil pemungutan suara.
“Pemilu adalah sarana untuk memperbarui kontrak rakyat kepada pemimpin dari yang sudah terpilih sebelumnya. Kalau rakyat menilai pemimpin saat ini sudah sesuai, silakan dipilih kembali. Tetapi, kalau belum, ada pilihan yang lain,” ujar Zul.
Akan tetapi, kata dia, ada sejumlah oknum yang diharamkan memilih, memberikan pengaruh terhadap para pemilih yang mempunyai hak pilih. Pengaruh tersebut beragam. Bahkan, berupa ancaman terhadap pemilih agar memilih partai, caleg, atau pasangan capres/cawapres tertentu. Menurut Zul, situasi tersebut tentu cermin dari demokrasi yang buruk.
Ia mengingatkan dengan keras terutama kepada para anggota polisi, pun Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut Zul, dua kalangan tersebut, dipastikan tak punya hak memilih dalam setiap gelaran pemilihan umum di tingkat nasional, juga daerah.
Karena itu, Zul mengatakan, agar dua institusi resmi pemerintah tersebut, cukup hanya terlibat dalam pemilu dalam kapasitasnya memastikan pesta demokrasi berjalan aman, dan sesuai konstitusi. Tugas tersebut, sebagai bentuk netralitas. Terhadap ASN, pun kata Zul sama saja.
“Saya minta polisi, militer, aparat hukum dan keamanan, netral (dalam pemilu). Anda disumpah atas nama negara demi Merah Putih untuk menegakkan keadilan. Melayani semua kelompok masyarakat. Bukan untuk kepentingan kelompok atau pendukung tertentu,” kata Zul.
Ketua MPR RI itu, pun tegas mengatakan jika polisi dan militer atau ASN tak netral dalam pemilu, sama artinya melanggar sumpah, dan penghinaan terhadap konstitusi. “Kalau anda yang sudah disumpah (oleh konstitusi) untuk netral, namun masih berpihak, artinya anda khianat terhadap negara,” ujar Zul.
Netralitas Kepolisian, dan TNI, serta ASN memang menjadi sorotan dalam setiap gelaran pemilu. Namun di Pemilu 2019, sorotan tersebut, menajam. Itu dikarenakan adanya dugaan keterlibatan oknum Kepolisian, TNI, pun ASN yang condong ke salah satu kontestan pemilu.
Baru-baru ini, untuk menjawab keresahan tersebut, Mabes Polri mengeluarkan telegram yang isinya memastikan netralitas para anggota Kepolisian. TNI, pun memastikan netralitasnya. Sementara ASN, masih banyak dijumpai upaya memengaruhi pemilih, lewat perannya sebagai pejabat negara.