REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump pada Senin (25/3) malam menandatangani dekrit yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dataran Tinggi ini masuk wilayah Suriah dan dicaplok Israel pasca-Perang Enam Hari pada 1967.
Langkah Trump berbeda dengan pendahulu-pendahulu ia sebelumnya yang berharap Israel menahan diri dan menarik mundur pasukannya. "Tindakan tersebut dilakukan setelah pertemuan bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington D.C.," demikian laporan Kantor Berita Palestina, WAFA.
Langkah Trump diduga untuk memberi Netanyahu angin segar sebelum pemilihan umum 9 April. Pemilihan ini akan menjadi persaingan ketat buat perdana menteri Israel tersebut. Netanyahu yang diterpa isu korupsi membutuhkan dukungan kuat dari kelompok konservatif untuk memenangi pemilihan.
Trump sebelumya juga mengabulkan permintaan Netanyahu untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah yang menuai kecaman dari dunia internasional.
Pengakuan Golan sebagai bagian kedaulatan Israel sebetulnya sudah disampaikan Trump lewat cicitannya di Twitter Kamis pekan lalu. Namun baru awal pekan ini ia meresmikannya.
Suriah mengecam langkah Trump dan menyebutnya sebagai aksi keji yang menyerang kedaulatan mereka. Juru bicara PBB menegaskan pada Senin (25/3), status Dataran Tinggi Golan belum berubah.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah memberitahu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bahwa pengakuan Washington mengenai kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan adalah pelanggaran terhadap hukum internasional.
PM Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah Trump. Menurut Netanyahu, deklarasi itu ditandatangani di saat Golan lebih penting dari masa-masa sebelumnya untuk keamanan Israel.
Wakil Perdana Menteri, dan Menteri Luar Negeri dan Ekspatriat Suriah Walid Al-Moallem mengatakan keputusan Presiden AS Donald Trump takkan mempengaruhi status Dataran Tinggi Golan, yang diduduki Israel. Ia menambahkan Dataran Tinggi Golan kebal karena warganya, rakyat Suriah, tentara dan resolusi internasional PBB.
"Keputusan Amerika Serikat tak akan berpengaruh apa-apa, kecuali pengucilan AS," kata Al-Moallem kepada stasiun televisi Suriah dalam percakapan telepon pada Senin.
"Dia (Trump) dan pemerintahnya telah membuktikan bahwa mereka adalah faktor ketakstabilan dan faktor hegemoni atas masyarakat internasional," katanya menambahkan.
Menurut Al-Moallem Trump telah memulai dengan Al-Quds (Yerusalem), dan ia kini mencoba dengan Dataran Tinggi Golan. "Tapi di sini mengenai Dataran Tinggi Golan. Ia tak bisa melakukan apa-apa, sebab tanah itu adalah miliki rakyatnya."