REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Golan akan tetap dianggap sebagai wilayah Suriah yang diduduki.
"Pengumuman Amerika Serikat tidak mengubah status hukum Golan dengan cara apa pun. Dataran Tinggi Golan tetap wilayah Suriah yang diduduki," kata Liga Arab dalam sebuah pernyataan pada Senin (25/3).
Menurut Liga Arab, legitimasi pendudukan Israel adalah orientasi baru kebijakan AS. Hal itu telah sepenuhnya selaras dengan posisi dan keinginan Israel. "Semua ini akan dibahas pada KTT (Liga Arab) pekan depan di Tunisia," katanya.
Pada Kamis pekan lalu, Trump mengatakan, setelah 52 tahun berlalu, kini tiba waktunya bagi AS untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dia mengklaim hal itu penting dilakukan untuk keamanan Israel dan stabilitas di kawasan.
Hal itu seketika menuai banyak kecaman dan protes, tidak hanya dari negara-negara Arab, tapi juga Eropa, seperti Prancis dan Jerman. Mereka menilai langkah Trump melanggar ketentuan resolusi dan hukum internasional.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji keputusan Trump mengakui Golan sebagai bagian dari teritorial negaranya. "Presiden Trump membuat sejarah dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," katanya.
Dataran Tinggi Golan direbut Israel dari Suriah setelah berakhirnya Perang Arab-Israel pada Juni 1967. Sekitar dua pertiga Dataran Tinggi Golan tetap di bawah kendali Israel setelah Perang Yom Kippur pada 1973.
Pada 1981, pemerintahan Menachem Begin menerbitkan Golan Heights Law yang secara efektif mencaplok Golan sebagai bagian dari kekuasaan Israel. PBB dan negara-negara besar dunia, termasuk Rusia dan Uni Eropa menolak mengakui pencaplokan tersebut hingga saat ini.