REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengakui banyaknya serangan siber yang ditujukan ke Indonesia baik sektor pemerintah atau swasta. Walau begitu, BSSN memastikan belum ada serangan siber yang bersifat melumpuhkan.
Berdasarkan data BSSN, pada 2018 Indonesia mengalami lebih dari 200 juta serangan siber. Plt Deputi Bidang Proteksi BSSN, Agung Nugraha menyampaikan dari semua serangan itu belum ada yang berhasil melumpuhkan sistem di Indonesia.
Agung menilai perlu dibangun kesadaran bersama dari semua sektor untuk memerangi serangan siber. Sebab menurutnya, tanpa kesadaran bersama akan menyulitkan koordinasi saat serangan siber terjadi.
"Untung belum ada serangan masif dan terlumpuhkan, kesadaran kolektif perlu dibangun dari awal. Serangan hacker sudah 200 juta (2018). Ini tanggungjawab semua pihak," katanya dalam konferensi pers pada Selasa, (26/3).
Salah satu cara membangun koordinasi antar sektor dengan mengadakan Symposium on Critical Information Infrastructure Protection (CIIP-ID Summit). Kegiatan yang diadakan oleh BSSN itu bakal mengundang perwakilan swasta, pemerintah dan pakar pada 28-29 Agustus 2019 di Bali. Inti kegiatan dimaksudkan agar para pesertanya saling bertukar pandangan tentang dunia siber.
Agung mengingatkan akan banyaknya serangan siber ke sepuluh sektor utama. Diantaranya sektor penegakan hukum, energi dan sumber daya mineral, keuangan dan perbankan, telekomunikasi.
"Serangan sangat banyak, ada yang jenis data bridge (kebocoran data), karena bersifat rahasia kami enggak bisa buka kecuali ke institusi yang ngalamin (serangan)," ujarnya.