Selasa 26 Mar 2019 13:17 WIB

BPN Tunggu Tindakan KPU Soal 17,5 Juta DPT Diduga Bermasalah

KPU telah menerima laporan data DPT dari kubu BPN.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon memberikan pengarahan saat Deklarasi dan Pembekalan Relawan Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di GOR Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019).
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon memberikan pengarahan saat Deklarasi dan Pembekalan Relawan Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di GOR Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta segera menindaklanjuti temuan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi terkait temuan daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah sebanyak 17,5 juta. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi oleh Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas di Kompleks DPR RI, Selasa (26/3).

"Yang bermasalah ini yang saya kira harus segara diselesaikan, jangan sampai ada ketidakpercayaan kepada penyelenggara pemilu. Harus ada satu jawaban yang tegas, saya yakin ini bukan mencari siapa yang salah," kata anggota Dewan Pengarah BPN yang juga wakil ketua DPR Fadli Zon.

Baca Juga

Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi menemui KPU-Rl pada 1 Maret 2019 dan telah melaporkan temuan-temuan tersebut. Namun sampai hari ini DPT yang disebut mengandung banyak cacat itu belum diperbaiki.

Adapun data bermasalah yang dimaksud di antaranya jumlah pemilih dengan tenggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember dalam jumlah yang sangat besar, masing-masing 2,3 juta, 9,8 juta dan 5,4 juta.

Kemudian, data yang tidak wajar itu berasal dari data yang invalid, ganda, dan data yang tidak melalui proses coklit (pencocokan dan penelitian). Misalnya, ditemukan di sebuah TPS adanya 228 orang yang Iahir pada tanggal yang sama pada ratusan TPS di daerah tertentu.

Data yang ditemukan BPN itu juga menyebutkan adanya dugaan data Kartu Keluarga (KK) dan atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terduplikasi sehingga berimplikasi pada jumlah DPT ganda dalam jumlah jutaan pada 5 provinsi di Jawa.

Lalu, ditemukan data KK yang disebut manipulatif, di mana satu KK ada yang berisi ratusan hingga ribuan orang di Banyuwangi, Magelang, dan kota lainnya. Hal ini dinilai manipulasi serius karena melanggar UU Pemilu No. 7 Th. 2017 pasal 488.

Temuan DPT invalid ini terjadi di beberapa witayah dengan konsentrasi jumlah kasus terbesar di wilayah Jawa Tumur, Jawa Tengah dan Jogjakana. Bila ditambah dengan bebearpa wilayah Iain, total akumulasi dugaan DPT tidak wajar meliputi sekitar 18 (delapan belas) juta kasus.

"Seharusnya masalah data tidak boleh lagi ada masalah kalau di negara demokrasi yang modern. Apalagi, mau bicara soal revolusi industri 4.0 urusan data beginian saja tidak becus," kata Fadli Zon.

Meski pemilu diselenggarakan dalam waktu dekat, Fadli meyakini KPU bisa menyelesaikan segala permasalahan DPT ini. KPU diminta memaksimalkan seluruh aparatur di daerah untuk menghapus data-data yang dinilai bermasalah ini.

"Masih, masih bisa, kalau mau didelete, kita duduk bersama, buka itu data komputernya, di cek satu persatu, kan ini sudah dibagi zonanya, di wilayah mana, di TPS mana, kan kita punya aparatur sampai ke tingkat TPS," ujar dia.

Sebelumnya, komisioner KPU Viryan Azis, mengatakan pihaknya telah menerima data sebanyak 17,5 juta pemilih tidak wajar dari BPN Prabowo-Sandiaga Uno. KPU pun sudah memberikan jawaban atas temuan BPN.

Viryan mengatakan memang ada pemilih yang tanggal dan bulan lahirnya sama sebagaimana ditemukan BPN. KPU pun sudah menyampaikan data-data pemilih yang demikian kepada Dukcapil Kemendagri agar bisa diklarifikasi.

"Pekan lalu, saya datang ke dukcapil untuk mengkonfirmasi beberapa hal, terutama soal WNA yang masuk DPT juga mengkonfirmasi data soal tanggal lahir tersebut," ujar Viryan kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/3). 

Ia mengatakan data tersebut memang menyebutkan tanggal dan bulan lahir sama. "Mengapa data seperti itu bisa muncul? Informasi yang kami terima, data itu hasil dari pencatatan di bawah," kata dia. 

Viryan mencontohkan pada saat proses pencatatan administrasi kependudukan, ternyata ada pemilih yang tidak tahu tanggal dan bulan lahirnya. Kemudian, dia mengatakan, pemilih-pemilih demikian disamakan tanggal dan bulan lahirnya, yakni 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari.

"Ini bukan hanya sekarang, pemilu sebelumnya sudah ada seperti ini, 2014 juga seperti itu. Dengan demikian, ini bukan data tidak wajar, tetapi data yang secara administrasi kependudukan, demikian adanya," tutur Viryan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement