REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mantan perdana menteri Thailand, Thaksin Shinawatra mengatakan, ada penyimpangan dalam pemilihan umum (pemilu) Thailand yang diselenggarakan pada Ahad (26/3) lalu. Thaksin khawatir, penyimpangan pemilu dapat berpengaruh terhadap kondisi politik Thailand di masa mendatang.
"Banyak penyimpangan yang membuat saya khawatir melihat politik, dan sistem pemilihan negara ini menjadi sangat terbelakang," ujar Thaksin kepada BBC, Selasa (26/3).
Thaksin mengatakan, ada foto-foto yang beredar dan menunjukkan mengenai kecurangan dalam pemilu tersebut. Salah satunya yakni terjadi Provinsi Petchabun, di mana kotak-kotak suara dikeluarkan dan kertas suara dimasukkan kembali di kantor setempat.
Selain itu, indikasi kecurangan lainnya yakni jumlah surat suara yang lebih tinggi ketimbang pemilih yang memberikan suara. Thaksin mengatakan di sebagian besar daerah, suara Partai Palang Pracharath tiba-tiba melompat dari posisi ketiga ke posisi pertama.
"Di beberapa daerah pemilihan, Palang Pracharath yang tadinya kalah menjadi menang, saya melihatnya ini telah membuat negara kita kehilangan kredibilitasnya," kata Thaksin.
Pemilu tersebut merupakan yang pertama sejak kudeta militer di Thailand pada 2014. Pada hasil awal memperlihatkan bahwa Partai Palang Pracharath yang pro-militer mendapatkan suara lebih besar.
Hal itu menuai protes dari berbagai pihak yang menyebutkan adanya indikasi kecurangan dalam pemilu tersebut. Para pejabat mengatakan, ada beberapa kasus ketidakseimbangan jumlah suara dengan jumlah pemilih terjadi akibat kesalahan manusia atau human error.
Hasil awal menunjukkan Partai Pheu Thai yang terkait dengan Thaksin telah memenangkan jumlah kursi terbesar di parlemen. Namun, partai tersebut tidak mendapatkan suara terbanyak secara keseluruhan. Pemerintahan Thaksin digulingkan pada 2006, dan kini dia tinggal di pengasingan.
Pemerintahan militer berada dalam posisi terdepan untuk kembali berkuasa setelah memenangkan perolehan suara. Komisi Pemilihan Umum Thailand menyatakan, dari 94 persen suara yang dihitung, sekitar 7,6 juta suara dimiliki oleh Partai Palang Pracharat. Kemenangan itu membuat Perdana Menteri Thailand Prayut Chanocha mempunyai klaim kuat untuk legitimasi dari jajak pendapat yang diadakan di bawah aturan baru yang ditulis pemerintah militer.
Namun, diperkirakan Partai Pheu Thai tampaknya masih akan menjadi partai terbesar di majelis rendah dengan 137 kursi. Sedangkan, Palang Pracharat hanya memiliki 97 kursi. Hasil resmi, termasuk 150 lebih kursi partai akan diumumkan 9 Mei mendatang.
Pheu Thai sebagai partai mayoritas di parlemen berhak untuk mengumpulkan koalisi yang menentang pemerintahan militer. Pembentukan koalisi tersebut akan bergantung kepada Partai Future Forard yang memiliki lima juta suara, dan menjadi partai terbesar ketiga dalam politik Thailand. Partai tersebut didominasi oleh pemilih milenial yang mendukung reformasi.
"Kami bersedia membentuk koalisi dengan partai yang mendapat kursi terbanyak," ujar Ketua Partai Future Forward, Thanathorn Juangroongruangkit dilansir Channel News Asia.