REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkomitmen mengambil alih pengelolaan air sejak satu bulan lalu pada 11 Februari 2019. Pemprov DKI akan menghentikan swastanisasi air dari dua perusahaan swasta yang menjadi mitra Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD PAM Jaya, yakni PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, PD PAM Jaya telah mengajukan head of agreement (HOA) atas pengambilalihan pengelolaan air dari kedua pihak swasta tersebut. Ia menyebut telah memberikan persetujuannya terhadap HOA itu.
"Sudah diberikan ke saya HOA-nya melakukan persetujuan. Saya sudah setujui dikembalikan ke PD PAM terus mereka sedang siapkan format untuk pengumumannya," ujar Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).
Anies menambahkan, HOA itu hanya menunggu PD PAM untuk proses administrasinya. Setelah HOA selesai, kata Anies, PD PAM tinggal melakukan proses pembicaraan bersama PT Aetra dan PT Palyja.
Sementara itu, Anies pun memaparkan akan membangun infrastruktur di DKI Jakarta. Bahkan, anggaran yang dibutuhkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur perkotaan di DKI Jakarta mencapai Rp 571 triliun.
Anies mengatakan, anggaran itu termasuk penyediaan air bersih di samping pemprov akan membangun transportasi DKI serta pengelolaan air limbah dan permukiman. Menurut dia, penyediaan air bersih menjadi infrastruktur yang paling dibutuhkan warga Ibu Kota.
"Justru infrastruktur yang paling dibutuhkan di Jakarta adalah infrastruktur mikro untuk kehidupan keluarga, misalnya air bersih, saluran pembuangan air, saluran limbah, kemudian penyedian listrik," ujar Anies.
Ia pernah mengatakan, 40 persen warga Jakarta belum dapat menjangkau air bersih. Menurut dia, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan Pemprov DKI. Untuk itu, ia berencana akan menambah perpipaan air bersih.
Mengenai proses pengambilalihan pengelolaan air dari pihak swasta, Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo, mengatakan, pembahasan HOA sudah tahap akhir untuk kesimpulan. Ia menyebut, beberapa poin sudah disepakati.
"Dalam tahap akhir untuk tanda tangan head of agreement itu ya dalam waktu dekat ini kita akan conclude," ujar Priyatno, saat dihubungi Republika, Selasa.
Namun, ia belum mau memberikan secara terperinci hal-hal apa saja yang sudah disepakati dalam HOA tersebut. Priyatno mengatakan, target penyelesaian HOA pada bulan Maret 2019.
"Beberapa poin sudah disepakati untuk kemudian kita akan meng-conclude-kan, memfinalkan beberapa hari ini. Belum bisa saya sebutkan. Jadi, nanti waktu HOA saja kalau kita sepakat. Bulan Maret ini selesai, mohon support-nya," tutur dia.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, menjelaskan, pengambilalihan pengelolaan air dari pihak swasta bukan proses yang mudah. Akan tetapi, ia terus mendorong agar Pemprov DKI segera menghentikan swastanisasi air.
Pasalnya, menurut dia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait perjanjian kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta. Ia mencontohkan, untuk pengambilalihan pengelolaan air secara langsung, harus ada persetujuan DPRD DKI Jakarta terkait dengan anggaran.
Sementara itu, jika melalui perdata atau pengadilan, dia menambahkan, bukti-bukti harus diperhatikan dan dipersiapkan. Menurut dia, arbitrase akan melewati proses yang panjang, termasuk tiga opsi rekomendasi yang sudah diusulkan Tim Tata Kelola Air Pemprov DKI.
"Memang bukan hal yang mudah karena ya tiga opsinya ini prosesnya itu membutuhkan proses, baik proses administrasi, proses penganggaran politik, begitu," kata Teguh.
Ia meminta Pemprov DKI segera menghentikan swastanisasi air. Disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas bahwa pihak swasta tidak boleh melakukan pengelolaan air.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Prabowo Soenirman, mengatakan, dalam proses pengambilalihan pengelolaan air, DPRD tak dilibatkan. Menurut dia, setelah ada kesepakatan akhir, barulah Pemprov DKI melaporkannya kepada dewan.
"Kita enggak terlibat. Biasanya nanti pada saat akhir saja kita diberitahu," kata dia.