Selasa 26 Mar 2019 22:50 WIB

IHW Berikan Catatan untuk Gerakan Halal yang Disorot Dunia

Meski disorot dunia, industri halal Indonesia masih di bawah rata-rata.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Gerakan halal Indonesia yang sudah menjadi gaya hidup (lifestyle) sedang menjadi perhatian dunia. Meski demikian perkembangan Industri halal di Indonesia masih di bawah rata-rata negara lain.  

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, mengatakan alasan dunia menyoroti gerakan halal ini karena negara Indonesia merupakan negara terbesar berpenduduk Muslim di dunia. 

Baca Juga

"Tetapi sayang perkembangan industri halal masih di bawah Malaysia dan Brunei Darussalam, dan di bawah negara-negara ASEAN bahkan kita dibawah Taiwan," kata Ikhsan Abdullah, pada saat Pelatihan Pendampingan Bagi Pelaku Usaha Untuk Memperoleh Sertifikasi Halal di Jakarta, Senin (26/3).  

Dia mengatakan, karena industri halal di Indonesia di bawah rata-rata, maka harus didorong  untuk menyongsong era mandatory sertifikasi halal yang jatuh tempo mulai tanggal 17 Oktober pada 2019. 

Bila atuh tempo sertifikasi ini, kata Ikhsan, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jaminan Prodak Halal,  semua produk yang beredar di masyarakat menurut ketentuan undang-undang ini wajib disertifikasi halal. 

"Bagaimana yang tidak halal apakah masih tetap boleh beredar?" katanya.

Ikhsan mengatakan, IHW menawarkan pelatihan pendampingan bagi pelaku usaha untuk memperoleh sertfikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).  

"Maka kami kumpulkan di forum ini di antaranya adalah UMKM dan para industri farmasi obat, pengusaha makanan minuman dan barang gunaan," katanya.  

Ikhsan mengapresiasi semangat para pengusaha UMKM, Industri farmasi dan pengusaha makan dan minuman serta pengusaha prodak gunaan, mengikuti pelatihan ini.   

"Ada 82 pelaku usaha yang mewakili pilar industri makanan, minuman, farmasi obat, kosmetika, dan barang gunaan," katanya.

Ikhsan mengatakan, tujuan pelatihan ini untuk membantu menentramkan para pengusaha terkait jatuh tempo pada 17 Oktober yang belum bersertifikasi halal itu boleh jual atau tidak.  

"Kami menawarkan solusi kepada pemerintah agar mereka tetap diberikan jalan untuk memproduksi produk produknya," katanya, sambil berjalan para pengusaha juga kata Ikhsan, harus segera memulai melakukan sertifikasi halal. 

"Ini solusi atau jalan tengah sehingga pelaku usaha tidak dikenakan sanksi sebagaimana undang-undang yaitu denda 2 miliar dan hukuman badan lima tahun penjara," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement