REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPU menyebut proses pengecekan DPT bermasalah yang dilaporkan BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memerlukan waktu yang tidak singkat. Sampai saat ini, KPU masih menindaklanjuti temuan itu.
"Kita tindak lanjuti, sebagian besar sudah selesai tapi kan datanya banyak, datanya bukan 100 200 tapi belasan juta tidak mungkin kami bisa menyelesaikan dalam waktu singkat," kata Komisioner KPU Viryan Azis di DPR RI, Selasa (27/3).
Viryan mengaku tak bisa memprediksi kapan permasalahan terkait temuan 17,5 juta DPT ini dapat diselesaikan. Pekerjaan pengecekan data itu bergantung pada kondisi teknis. Ia mengklaim, tim teknis saat ini masih bekerja menindaklanjuti temuan BPN itu.
"Ya tergantung tim teknis (waktunya) , tim teknis masih bekerja ya," kata Viryan menegaskan. Terkait data yang dilaporkan invalid lantaran kesamaan tanggal lahir, KPU bersama Ditjen Dukcapil pun sudah memberikan keterangan.
Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi menemui KPU-Rl pada 1 Maret 2019 dan telah melaporkan temuan-temuan tersebut. Adapun data bermasalah yang dimaksud di antaranya jumlah pemilih dengan tenggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember dalam jumlah yang sangat besar, masing-masing 2,3 juta, 9,8 juta dan 5,4 juta.
Kemudian, data yang tidak wajar itu berasal dari data yang invalid, ganda, dan data yang tidak melalui proses coklit (pencocokan dan penelitian). Misalnya, ditemukan di sebuah TPS adanya 228 orang yang Iahir pada tanggal yang sama pada ratusan TPS di daerah tertentu.
Data yang ditemukan BPN itu juga menyebutkan adanya dugaan data Kartu Keluarga (KK) dan atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terduplikasi sehingga berimplikasi pada jumlah DPT ganda dalam jumlah jutaan pada 5 provinsi di Jawa.
Lalu, ditemukan data KK yang disebut manipulatif, di mana satu KK ada yang berisi ratusan hingga ribuan orang di Banyuwangi, Magelang, dan kota lainnya. Hal ini dinilai manipulasi serius karena melanggar UU Pemilu No. 7 Th. 2017 pasal 488.
Temuan DPT invalid ini terjadi di beberapa witayah dengan konsentrasi jumlah kasus terbesar di wilayah Jawa Tumur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.