Rabu 27 Mar 2019 13:45 WIB

Asosiasi Tunggu Kabar Pemerintah Soal Pajak E-Commerce

Peraturan perdagangan elektronik diharapkan tidak membuat sulit pelaku bisnis online.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Perniagaan elektronik atau e-commerce.
Foto: Pixabay
Perniagaan elektronik atau e-commerce.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (Idea) Ignatius Untung menuturkan, pihaknya belum mengetahui keberlanjutan penerapan pajak e-commerce. Ia sendiri masih menunggu kabar dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sebagai direktorat teknis yang sampai saat ini belum memberikan konfirmasi. 

Untung menambahkan, poin kewajiban pengumpulan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah akan diberlakukan per 1 April 2019. Tiap pemain marketplace memiliki cara pendataan dan perkembangan yang berbeda-beda. "Ada yang sudah punya, ada yang baru mulai mendata, tapi ada juga yang belum," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/3). 

Baca Juga

Untung belum bisa menjelaskan perkembangannya secara rinci karena data masih dipegang tiap penyedia marketplace. Tapi, ia menuturkan, tantangan yang dihadapi para marketplace akan sama. Yakni, resistensi dari pedagang apabila tidak kewajiban ini tidak diberlakukan di channel lain, termasuk media sosial. 

Menurut Untung, asosiasi rutin membahas bersama DJP mengenai peraturan DJP yang akan lebih membahas teknis dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. "Sementara, belum ada draf final peraturan dirjennya," katanya. 

Terlepas dari itu, Untung berharap agar peraturan ini tidak membuat sulit para pelaku bisnis online, terutama untuk mereka yang baru memulai usaha. Sebab, dalam PMK tersebut, tertuang kewajiban memiliki NPWP dan membayar PPh final sesuai ketentuan berlaku, yakni 0,5 persen dari omzet apabila omzetnya tidak mencapai Rp 4,8 miliar per tahun. 

Poin lainnya adalah pengusaha yang memiliki omzet melebihi Rp 4,8 miliar per tahun harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam rilis yang dikeluarkan DJP pada Januari lalu, penyedia platform marketplace juga wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN maupun PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri. Di samping itu, mereka juga wajib melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform

Untung menilai, poin tersebut tidak seharusnya menjadi tugas e-commerce, melainkan tiap pengusaha. E-commerce cukup menjadi pengumpul NPWP para pengusaha yang sudah menjalin kemitraan. "Sebab, kami ada sistem cancel, refund dan sebagainya. Nanti, kalau sudah dipungut (pajaknya), lalu ada apa apa dengan barangnya, siapa yang bertanggung jawab?" tuturnya. 

Selain itu, Untung menambahkan, pemerintah juga harus mempertimbangkan pengenaan pajak kepada pedagang yang berjaualan di media sosial. Ini dilakukan untuk menciptakan playing of field atau tempat bermain yang adil.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement