REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Sejumlah petani yang ada di Desa Tambak Jati, Kecamatan Patokbeusi, Subang, mengeluhkan soal turunnya harga gabah pada Maret. Saat ini, harga gabah kering pungut (GKP) mencapai Rp 4.300 per kilogram. Padahal, saat panen di Februari lalu, harganya mencapai Rp 5.500 per kilogram. Penurunan harga gabah itu, salah satunya disebabkan panen raya di sejumlah daerah.
Ketua Gapoktan Mitra Tani Desa Tambak Jati, Kecamatan Patokbeusi, Manaf Hadi Permana, mengatakan, saat ini harga gabah mengalami penurunan dibanding bulan lalu. Penurunan itu bukan karena permainan tengkulak tetapi lebih disebabkan fenomena panen raya. Akibatnya, harga gabah menjadi anjlok.
"Gabah basah, saat ini hanya Rp 4.300 per kilogram. Sedangkan, gabah yang kering Rp 5.500 per kilogram," ujar Manaf, kepada Republika.co.id Rabu (27/3).
Luasan sawah yang ada di Desa Tambak Jati ini, lanjut Manaf, sekitar 800 hektare. Tetapi, areal sawah yang telah panen baru mencapai lima persennya saja. Seharusnya, harga saat ini masih tinggi. Namun, karena di daerah lain juga sudah banyak yang panen, maka harga gabah menjadi anjlok.
Selain itu, mayoritas petani di wilayh ini lebih suka menjual gabah langsung usai panen. Alasannya, karena mudah dan simpel. Hal itu mengingat jika gabah itu harus dibawa ke rumah, biar tidak cepat membusuk maka harus dikeringkan.
Sedangkan, petani di desanya sebagian besar tak memiliki oven ataupun alat pengering sendiri serta tak memiliki lahan yang luas untuk menjemur padinya. Karena itu, setelah panen, gabah tersebut langsung ditimbang dan dijual ke tengkulak yang sudah menunggu di pematang sawah.
"Kalau musim rendeng seperti sekarang, mayoritas petani menjual langsung gabahnya. Berbeda, ketika musim kemarau, ada sebagian gabah yang dibawa pulang, lalu dijemur dan dijual dalam kondisi kering. Makanya, harganya mahal," ujar Manaf.