REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penyelundupan benih lobster jenis pasir dan mutiara senilai Rp11 miliar berhasil digagalkan petugas Bea dan Cukai Jawa Barat, di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jumat (22/3). Menurut Kepala Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat Syaifullah Nasution, selain barang bukti sebanyak 54.947 ekor, petugas pun berhasil mengamankan pelaku berinisial AR yang merupakan warga negara Indonesia.
Menurut Syaifullah, penggagalan ekspor ilegal ini berawal dari analisa pihaknya atas gerak-gerik pelaku yang mencurigakan di saat memasuki bandara. "Berdasarkan gestur dan body language, kita menduga yang bersangkutan membawa barang yang perlu diperiksa," ujar Syaifullah di Bandung, Kamis (27/3).
Syaifullah mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan, pihaknya menemukan 54.947 bibit lobster berusia 30 hari yang dibungkus ke dalam 33 kantong plastik. Barang bukti pun, langsung dilepasliarkan di Pantai Pangandaran pada Jumat malam.
"Dari jumlah total, terdapat sekitar 100 ekor yang mati," katanya.
Pelaku, kata dia, akan menyelundupkan hewan laut tersebut ke Singapura menggunakan pesawat dengan nomor penerbangan GA-344. AR mengaku hanya sebagai kurir sehingga tidak mengetahui pihak penerima di negara tetangga itu. Pelaku yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka pun mengaku tidak tahu barang tersebut berasal dari mana. Pelaku, hanya menyebut memerolehnya dari seseorang di Bandung.
Tersangka, kata dia, dianggap melanggar Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 pasal 102 a karena dengan sengaja mengekspor tanpa dilengkapi dokumen resmi dengan ancaman kurungan minimal satu tahun, maksimal 10 tahun. "Juncto UU 45/2009 tentang perikanan dengan ancaman maksimal enam tahun penjara," katanya.
Sementara menurut Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendali Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan Dedy Arief, setiap ekor bibit lobster yang berhasil diamankan berukuran 1,8-2,2 cm. Harga di pasaran mencapai Rp 200 ribu setiap ekornya.
Dedy mengatakan, pantai selatan seperti di Banten, Jawa Barat, hingga Nusa Tenggara menjadi sasaran bagi pelaku penyelundupan bibit lobster. "Karena di sana habitatnya lobster," katanya.
Selain terus mengantisipasi upaya penyelundupan, kata dia, pihaknya sudah melakukan penyelamatan lobster sejak 2015 seiring hadirnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56. "Kita selamatkan, lepas liarkan. Juga oleh kelompok nelayan masing-masing," katanya.