Kamis 28 Mar 2019 14:43 WIB

Mulai 2020, Kandungan Sulfur Kapal Laut Maksimal 0,5 Persen

Bagi kapal yang tidak dapat memenuhi persyaratan akan menjadi objek penahanan.

kapal kargo elektrik cina.
Foto: Indianaexpress
kapal kargo elektrik cina.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Pemerintah Indonesia dan Australia menggelar Transport Safety Forum (TSF) 2019 di, Nusa Dua, Bali. Sejumlah agenda penting dibahas dalam pertemuan itu. Salah satunya menyangkut Maritime Safety. 

Pada topik bahasan perlindungan lingkungan laut atau marine environment protection, Indonesia menyampaikan posisinya terkait aturan IMO mengenai batas kandungan sulfur pada bahan bakar kapal dan juga pengurangan emisi gas rumah kaca dari kapal.

Sebelumnya, kata ketua delegasi Indonesia dalam Working Group Transportasi Laut yang juga Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad mengatakan, International Maritime Organization (IMO) telah mengeluarkan aturan melalui MARPOL Annex VI. Dalam aturan itu, IMO mengharuskan seluruh kapal besar untuk mengurangi emisi sulfur oxida. 

Dikeatakan Ahmad, aturan tersebut menetapkan bahwa mulai tanggal 1 Januari 2020, semua kapal yang berlayar internasional wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak boleh melebihi 0,5 persen m/m. Sedangkan bagi kapal yang dioperasikan di Emission Control Area tidak boleh melebihi 0,1 persen m/m. 

“Persyaratan ini nantinya akan menjadi objek pemeriksaan bagi Port State Control Officer di luar negeri, dan bagi kapal yang tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut per 1 Januari 2020 tentunya akan menjadi objek penahanan,” kata Ahmad dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Kamis (28/3).

Di sisi lain, menurut Ahmad, Kementerian Perhubungan telah mengatur hal tersebut melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 Pasal 36. Selain itu, pihaknya telah melakukan koordinasi, sosialisasi, serta menyelenggarakan workshop terkait hal tersebut dengan mengundang dan melibatkan Kementerian/Lembaga, Institusi, serta Stakeholder terkait.

“Adapun bagi kapal yang berlayar internasional, namun belum dapat memperoleh bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 0,5 persen tersebut dapat menggunakan sistem pembersihan emisi gas buang kapal," ujar Ahmad. Dia mencontohkan seperti sistem open loop scrubber atau lainnya, yang telah disetujui oleh Ditjen Perhubungan Laut selaku Administrator.

Namun demikian, Ahmad menambahkan, bahwa tidak semua negara mengizinkan penggunaan open loop scrubber tersebut. Kandungan maksimal sulfur dalam bahan bakar kapal ini, menurut Ahmad, berkaitan erat dengan pengurangan emisi gas rumah kaca dari kapal. 

“Terkait hal ini, kami bersama beberapa negara lain, masih terus berupaya agar IMO memberikan kelonggaran terhadap pemberlakuan pembatasan 0,5 persen sulfur pada tahun 2020,” katanya.

Pada pertemuan ini, Indonesia juga menyampaikan progress terkini proyek kerja sama di bawah kerangka ITSAP yang sedang berjalan, yaitu Solid Bulk Cargoes Testing and Training Facility (SBC-TTF) dan Project ITSAP Ship Safety Inspection – Centre of Excellence (SSI-COE).

Ahmad menjelaskan, bahwa Ditjen Hubla melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai saat ini tengah menyusun aturan-aturan baru terkait IMDG, oleh karena itu Indonesia mengajukan kerja sama dengan Australia dalam bentuk technical assistance dan tenaga ahli. 

“Kita juga berharap dapat melanjutkan kerja sama dengan AMSA dalam bentuk penyelenggaraan workshop dan seminar tentang implementasi IMSBC dan IMDG Code,” imbuhnya.

Saat ini, kerjasama yang sedang berjalan di bawah kerangka ITSAP adalah Pelatihan dan Mentoring terhadap para petugas Port State Control. Ahmad mengemukakan, bahwa kerjasama ini telah meningkatkan jumlah kontribusi inspeksi yang dilaksanakan oleh Petugas Port State Control Indonesia dan menurunkan substandar kapal asing yang beroperasi di Pelabuhan Indonesia. 

“Saat ini, PSCO Indonesia di Tokyo MOU masuk ke dalam peringkat ke-5 teratas terkait kontribusi inspeksi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pada pertemuan ini, Indonesia juga melaporkan hasil pertemuan Marine Pollution Committe Pertama yang telah diselenggarakan sehari sebelumnya.  “Kami telah melaporkan tentang 5 program kerja sama baru yang kita ajukan pada pertemuan MPC kemarin," kata Ahmad. Kelima program itu adalah Pilot Project in Establishment of Port Reception Facility, Training Course of Inspection for Ballast Water Treatment System, Training Course for Exhaust Gas Cleaning Systems Inspection, Training Course for Port Biological Baseline Surveys, serta Assistance in Conducting Port Biological Baseline Survey.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement