Kamis 28 Mar 2019 16:45 WIB

Ibnu Ummi Maktum, Penyandang Disabilitas yang Dipuji Rasul

Di tengah keterbatasannya, Ibnu Ummi Maktum semangat menjalankan agama.

Rep: Iit Septyaningsih / Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah penyandang tunanetra membaca Alquran.   (ilustrasi)
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Sejumlah penyandang tunanetra membaca Alquran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, 

 

Baca Juga

Sosok Abdullah bin Umm Maktum adalah sahabat  yang mempunyai peran penting dalam sejarah Islam. Bukan hanya karena Ibn Ummi Maktum diuji dengan ketidaksempurnaan fisik berupa cacat penglihatan, melainkan juga beberapa keistimewaan lain dari Ibn Ummi Maktum.

Di antaranya, dia dikenal sebagai muazin, selain Bilal bin Rabah. Ibn Ummi Maktum juga merupakan salah satu individu yang pertama menyatakan ikrar syahadat kepada Rasulullah SAW.   

Meski mempunyai ketidaksempurnaan fisik, Abdullah dikenal berilmu serta beradab, sehingga bisa melihat dengan mata hati.

Tak heran bila dirinya memiliki kepekaan tinggi untuk mengetahui waktu. Jika Bilal mengumandangkan azan pada malam hari, setiap fajar Abdullah keluar dari rumahnya untuk menyerukan  azan subuh di Masjid.

Pada Ramadhan, Rasulullah pun bersabda, “Makan dan minumlah kalian hingga Abdullah bin Ummi Maktum mengumandangkan azan.”

Bahkan Allah telah memuliakan pria tersebut. Pasalnya, Abdullah merupakan sebab surah ke-80 dalam Alquran yakni surah ‘Abasa turun.

Mengutip sejumlah referensi kitab, dikisahkan surah ‘Abasa turun ketika satu hari saat Nabi tengah duduk bersama para pemuka Quraisy. 

Lalu tiba-tiba Abdullah menanyakan sesuatu kepada Rasulullah tetapi beliau tak menghiraukannya karena sibuk berbicara dengan beberapa tokoh Quraisy di antaranya Syaibah bin Rabi’ah.

Selesai berunding dengan para Quraisy, Rasulullah kemudian bersiap untuk pulang, namun mendadak beliau merasa kesakitan. Saat itulah Firman Allah berupa surah ‘Abasa ayat pertama hingga ke- 16 turun.

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya di dalam kitab-kita yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti.”

Nabi Muhammad lalu memanggil Abdullah bin Ummi Maktum dan untuk pertama kalinya menunjuk Abdullah menjadi wakil beliau di Madinah. Sejak hari itu, Rasulullah semakin memuliakan sang muazin.

Suatu ketika Abdullah menyampaikan keinginannya untuk ikut berjihad. Para sahabat pun menyambut baik hal itu.

Hanya saja kemudian firman Allah dalam dalam Surah an-Nisa ayat 95 turun. “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang ).”

Mengetahui dirinya tak bisa ikut berperang, Abdullah merasa sedih. Lantas dia berkata, “Apakah ada keringanan untukku?” Lalu turunlah ayat lanjutannya, “Selain yang mempunyai uzur..”

Kendati demikian tekad Abdullah ikut berperang sangat kuat. Dirinya berulangkali menyampaikan keinginannya tersebut, hingga akhirnya pada Perang Qadisiyah, dia berperang sebagai pembawa panji pasukan berwarna hitam. 

Sejarah mencatatnya sebagai orang buta pertama yang turut dalam peperangan Islam.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement