Kamis 28 Mar 2019 17:26 WIB

Pintu Darurat tidak Terbuka Saat Serangan Masjid Selandia

Penyelidikan tempat kejadian di masjid Selandia Baru masih dilakukan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Masjid Al Noor, tempat 42 orang tewas dalam serangan teroris terburuk di Selandia Baru, telah dibuka kembali, Sabtu (23/3) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Mark Baker
Masjid Al Noor, tempat 42 orang tewas dalam serangan teroris terburuk di Selandia Baru, telah dibuka kembali, Sabtu (23/3) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Salah satu jamaah yang selamat dalam serangan teror di Masjid Selandia Baru, Ahmed Alayedy mengatakan, ia bergegas menuju pintu keluar darurat terdekat untuk menyelamatkan diri. Namun sayang, saat dirinya menjadi yang pertama sampai di sana, pintunya tidak terbuka.

"Saya mencoba membuka pintu, tetapi itu tidak terbuka," kata Alayedy.

Baca Juga

Alayedy mengatakan, begitu banyak orang yang menabraknya di pintu, sehingga membuat beberapa tulang rusuknya retak. Ia mengungkapkan, jika pintu itu terbuka lebar seperti biasanya saat shalat jumat, maka akan lebih banyak yang lolos. Sementara Khaled Alnobani memperkirakan sebanyak 17 orang kemungkinan telah tewas saat berusaha keluar melalui pintu.

Para penyidik kemungkinan telah memeriksa sistem penguncian listrik baru, yang dipasang beberapa hari sebelum serangan. Pihak masjid menyebutkan, seorang tukang listrik melumpuhkan sistem listrik sehari sebelum serangan.

Pada saat kejadian, tidak ada seorang pun yang dapat membuka pintu tersebut. Di samping itu, teroris bersenjata berada di tengah ruangan. Pintu tersebut menjadi satu-satunya jalan keluar para jamaah.

Sebanyak 50 orang dibantai oleh pria tersebut di dua masjid di Christchurch. Sebanyak 42 orang tewas di masjid Al Noor.

Presiden Asosiasi Muslim Canterbury yang mengawasi pintu, Shagaf Khan mengatakan, seorang tukang listrik telah menguji sistem penguncian listrik baru pada Kamis dan melepaskannya untuk shalat Jumat. Ia menyampaikan, untuk membuka pintu seseorang perlu memutar tuas.

Ia mengatakan, kemungkinan itu hanya kebetulan, dan mungkin karena cuaca cukup sejuk di luar. Untuk itu, pintunya tidak terbuka lebar seperti biasanya.

"Pada hari Jumat lainnya pintunya akan terbuka. Tapi pada hari Jumat ini, tidak ada yang membuka pintu itu," kata dia.

Khan mengungkapkan, memang jika pintu tersebut terbuka, maka akan lebih banyak orang yang menyelamatkan diri. Namun, saat itu situasinya berbeda.

"Tapi tidak ada yang siap untuk ini. Kami siap menghadapi keadaan darurat seperti kebakaran, atau gempa bumi, dan orang-orang masih punya waktu untuk keluar. Ini adalah situasi yang berbeda, Anda tidak memasukkan rencana ini dalam rencana darurat," ungkap Khan.

Alayedy menjelaskan, dalam kebingungan, ia tidak dapat memastikan, apakah dia telah gagal memutar tuas dengan benar atau, ada sesuatu yang menghentikan pintu untuk terbuka.

Alnobani juga mencoba untuk membuka pintu, dan itu tidak berhasil, padahal dia mahir terkait dengan tuas. Namun, ia percaya pintu itu terkunci secara elektronik. Cukup dengan menekan tombol di sebelah pintu untuk membuka kuncinya, tetapi tidak ada yang mengetahui perihal sistem baru.

Alayedy mengatakan, pada serangan itu, ia mendengarkan khutbah dari imam Gamal Fouda, dan mendengarkan enam atau tujuh tembakan. Awalnya ia mengira itu kesalahan listrik, tetapi kemudian mendengar teriakan dan berlari ke pintu.

Karena tidak dapat membuka pintu, ia kemudian mencoba meninju potongan kaca yang berada di bagian bawah. Tetapi itu tidak berhasil, dia menggerakkan lututnya dan kemudian menendang kaca tersebut. Kemudian Alayedy merangkak keluar, dan berlari menyelamatkan diri.

Di samping itu, polisi menyatakan pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan bagian dari proses penyelidikan. Namun, mereka tidak akan berkomentar saat penyelidikan masih berlangsung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement