REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Wakil Tetap Suriah untuk PBB Dr Bashar al-Jaafari mengutuk klaim AS atas Dataran Tinggi Golan untuk Israel. Tindakan sepihak itu memiliki kapasitas politik, moral atau hukum untuk memutuskan nasib rakyat dunia atau membuang tanah yang menjadi bagian dan paket wilayah Suriah.
Penegasan itu disampaikan dalam sidang Dewan Keamanan PBB, Rabu (27/3) sebagaimana laporan Kantor Berita Suriah, SANA, yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis (28/3).
Dia menegaskan perbuatan AS mencerminkan kecenderungan berbahaya yang tak pernah ada sebelumnya ke arah penghindaran hukum internasional dan penghinaan terhadap PBB.
Tindakan AS itu, kata Al-Jaafari, merupakan pukulan terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB dan Sidang Majelis Umum berkaitan dengan tak terhindarkannya untuk mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Arab dan penarikannya dari wilayah tersebut sampai garis 4 Juni 1967.
Wakil Tetap Suriah itu juga mengatakan tindakan sepihak AS adalah persetujuan jelas bahwa Washington tidak lagi memberi kepentingan pada PBB dan AS telah menarik persetujuannya dan pengakuannya pada keabsahan internasional serta mengakhiri perannya sebagai penengan setiap proses perdamaian.
"Rakyat Suriah menganggap AS sebagai musuh, negara penjahat yang menduduki sebagian tanah mereka setelah Amerika Serikat mengakibatkan tewasnya ribuan orang Suriah dan menghancurkan prasarana serta ekonominya," tambah al-Jaafari.
Dia mengatakan, rakyat Suriah menganggap pengumuman Trump sebagai ancaman terhadap keamanan dan perdamaian internasional serta langkah yang gagal untuk memanipulasi sejarah dan geografi.
"Suriah kembali menegaskan Dataran Tinggi Golan akan kembali, AS dan Israel tak bisa berpendapat bahwa tanah Suriah dapat menjadi alat tawar-menawar jahat," kata al-Jaafari.
Suriah menghargai pendirian internasional yang dikeluarkan setelah pengumuman AS dan mengatakan pendirian tersebut telah membuktikan kepada pendapat masyarakat dunia mengenai keterkucilan AS dan Israel.