REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu al-Haitam mempelajari pembiasan cahaya melewati sebuah permukaan tanpa warna seperti kaca, udara dan air. "Bentuk-bentuk benda yang terlihat tampak menyimpang ketika terus melihat benda tanpa warna". Ini merupakan bentuk permukaan seharusnya benda tanpa warna," tutur al-Haitham seperti dikutip Lutfallah Gari, seorang peneliti sejarah sains dan teknologi Islam dari Arab Saudi.
Inilah salah satu fakta yang menunjukkan betapa ilmuwan Muslim Arab pada abad ke-11 itu telah mengenali kekayaan perbesaran gambar melalui permukaan tanpa warna. Namun, al-Haitham belum mengetahui aplikasi yang penting dalam fenomena ini. Buah pikir yang dicetuskan Ibnu al-Haitham itu merupakan hal yang paling pertama dalam bidang lensa.
Paling tidak, peradaban Islam telah mengenal dan menemukan lensa lebih awal tiga ratus tahun dibandingkan Masyarakat Eropa. Menurut Lutfallah, penemuan kacamata dalam peradaban Islam terungkap dalam puisi-puisi karya Ibnu al-Hamdis (1055 M- 1133 M). Dia menulis sebuah syair yang menggambarkan tentang kacamata. Syair itu ditulis sekitar200 tahun, sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata. Ibnu al-Hamdis menggambarkan kacamata lewat syairnya antara lain sebagai berikut:
''Benda bening menunjukkan tulisan dalam sebuah buku untuk mata, benda bening seperti air, tapi benda ini merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas kebasahan di pipi, basah seperti sebuah gambar sungai yang terbentuk dari keringatnya,'' tutur al-Hamdis.
Al-Hamdis melanjutkan, ''Ini seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan sebuah sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan. Ini juga sebuah pengobatan yang baik bagi orang tua yang lemah penglihatannya, dan orang tua menulis kecil dalam mata mereka.''