Jumat 29 Mar 2019 19:04 WIB

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Raih Dua Gelar Mukisi Award

Memenangkan kompetisi semacam ini bisa menjadi media syiar.

Red: Fernan Rahadi
Apoteker RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Nurul Latifah, dan Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Eka Budy Santoso, peraih dua gelar pada perhelatan nasional Mukisi Award 2019 baru-baru ini.
Foto: dokpri
Apoteker RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Nurul Latifah, dan Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Eka Budy Santoso, peraih dua gelar pada perhelatan nasional Mukisi Award 2019 baru-baru ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berhasil menggondol dua gelar pada perhelatan nasional Mukisi Award 2019 baru-baru ini. Dalam babak final yang berlangsung di Jakarta 21-22 Maret lalu, RS PKU mampu menjadi yang terbaik (mumtaz) dalam dua dari enam kategori yang dilombakan.

Kategori pertama adalah Proyek Kualitas Syariah dan Keselamatan Pasien. Dalam kategori tersebut, makalah berjudul 'Dampak Positif Penerapan Prinsip Ihtiyath dalam Terapi Epoetin pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Anemia' karya apoteker RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Nurul Latifah, berhasil menjadi juara satu. 

Adapun kategori kedua adalah Pemasaran Syariah dan Proyek Pelayanan Pelanggan. Dalam kategori ini, makalah Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Eka Budy Santoso, juga meraih juara satu lewat makalah berjudul 'Strategi Humas dalam Menyelesaikan Keluhan Pelanggan dengan Pendekatan Al Ashr di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta'

"Ini adalah prestasi tertinggi yang kami raih karena tahun lalu (penyelenggaraan perdana-Red) kami tidak berhasil menjadi yang terbaik," kata Eka kepada Republika di ruang kerjanya, Rabu (27/3).

Eka mengatakan ide yang ia tuliskan dalam makalahnya adalah bagaimana strategi mempersingkat proses keluhan (complain) dari pelanggan atau pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. "Idenya adalah bagaimana mempersingkat proses keluhan yang biasanya memakan waktu berkepanjangan tanpa mengurangi esensi komplain itu sendiri. Karena bagi kami yang penting adalah keutamaan pasien," ujarnya.

Ia memaparkan, langkah-langkah yang diterapkannya adalah mengidentifikasi masalah, koordinasi dengan unit terkait, dan klarifikasi kepada pasien. "Dengan langkah-langkah tersebut kami memotong mata rantai sehingga komplain cepat difasilitasi dan tidak bertele-tele," kata Eka yang juga berprofesi sebagai dosen itu.

Sementara itu, Nurul mengatakan keunggulan dari ide makalahnya adalah tentang prinsip ihtiyath atau kehati-hatian untuk tidak melakukan sesuatu yang diharamkan terkait penanganan penyakit ginjal kronis dengan anemia. Ia menjelaskan, salah satu pengobatan anemia selama ini sering menggunakan epoetin beta yang diketahui bersentuhan dengan unsur non halal pada proses pembuatannya. Sedangkan pada epoetin alfa tidak ditemukan informasi tersebut.

"Sehingga untuk menerapkan ihtiyath maka penggunaan epoetin alfa lebih disarankan," kata lulusan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada itu.

Selain untuk menjaga agama (hifdzuddin), keuntungan lain menggunakan epoetin alfa adalah lebih efisien karena diketahui harganya lebih murah ketimbang epoetin beta. "Pada akhirnya kami berharap dengan memenangkan kompetisi semacam ini bisa menjadi media syiar karena pengetahuan semacam ini perlu diketahui masyarakat," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement