REPUBLIKA.CO.ID, Sulitnya mendapatkan pekerjaan pada sektor usaha formal bagi teman Tuli memang masih dirasakan oleh kebanyakan dari mereka. Badan usaha, baik itu swasta maupun negeri, belum banyak yang membuka diri untuk menerima penyandang disabilitas, terutama teman Tuli.
Padahal, hambatan bagi mereka hanya pada komunikasi yang sebetulnya bisa diantisipasi dengan alat penunjang komunikasi. Buku catatan, misalnya. Dua dari teman Tuli mengaku pernah berkali-kali gagal dalam tahap wawancara pada seleksi penerimaan karyawan di suatu perusahaan. Mereka adalah Adhika Prakoso dan Mohammad Ismail.
Adhika yang sekarang berwirausaha mendirikan Kopi Tuli bersama dua teman Tuli-nya juga pernah 200 kali ditolak oleh perusahaan yang ia lamar. Ismail yang merupakan koordinator Media dari Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) juga pernah mengalami hal serupa.
Ia beranggapan, hal itu disebabkan saat itu perusahaan belum tahu harus bagaimana Tuli ditempatkan dengan keterbatasan komunikasi yang ada. Pengalaman Ismail yang sudah sering melakukan wawancara mengatakan dia tidak mengalami kesulitan selama proses wawancara.