REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdagangan kelapa sawit antara Indonesia dan Uni Eropa berada dalam situasi panas. Pemicunya, Parlemen Eropa menyatakan minyak kelapa sawit mentah (CPO) merupakan produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive II.
Dalam draft tersebut, minyak kelapa sawit dikeluarkan dari pemenuhan bahan bakar nabati di Uni Eropa. Hal ini dapat mengancam posisi Indonesia sebagai salah satu negara produsen minyak sawit terbesar dunia.
Direktur Utama PT Mutuagung Lestari Arifin Lambaga menilai, dalam menyikapi isu ini industri kelapa sawit di Indonesia seharusnya melalui standar tahapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Standar tersebut memuat indikator-indikator yang menjamin penanaman dan produk yang dihasilkan berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan.
Menurutnya, penerapan standar ini dapat menjamin adanya keberlanjutan. ISPO Sekaligus dapat memperbesar peluang produk-produk kelapa sawit asal Indonesia masih dapat diterima secara internasional.
Arifin menilai standar tersebut perlu diterapkan. Tujuannya supaya tetap memperhatikan keberlangsungan lingkungan dan sebagai perbaikan untuk perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi standar tersebut agar CPO dapat lebih bersaing, terutama di kancah internasional.
PT Mutuagung Lestari yang dikenal sebagai Mutu International, mendorong perusahaan-perusahaan perdagangan kelapa sawit untuk melakukan pengujian dan mendapatkan sertifikasi ISPO. Saat ini, Mutu International telah mengeluarkan sebanyak 152 sertifikasi ISPO.
Pada acara 3rd International Conference and Expo on Indonesian Sustainable Palm Oil (ICE ISPO) yang diadakan di Menara 165, Jakarta Selatan, Mutu International kembali mengeluarkan 15 ssertifikat ISPO. Penyerahan sertifikat kepada pelaku usaha kelapa sawit ini diserahkan langsung oleh Arifin pada 27 Maret lalu.
"Saat ini telah terdapat 457 perusahaan yang telah mengantongi sertifikasi ISPO yang telah dikeluarkan oleh lembaga-lembaga sertifikasi. Sebanyak 35 persen di antaranya dikeluarkan oleh Mutu International," jelasnya melalui siaran pers yang diterima Republika pada Jumat, (29/3).
Wakil Presiden Direktur Mutu International Irham Budiman menambahkan untuk menyiasati kondisi yang tidak terprediksi, ke depannya juga perlu membantu pekebun masyarakat atau smallholders. Hal ini agar dapat memahami dan mencapai standar yang diinginkan.
"Dalam draft Renewable Energy Directive II, smallholders masih memiliki kesempatan untuk memasok produk sawit ke kancah Uni Eropa. Maka itu dirasa penting bagi smallholders untuk dapat memenuhi standar, salah satunya dari sisi lingkungan agar dapat lebih bersaing," ujar Irham.