REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), M Din Syamsuddin, mengingatkan kepada kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk menghindari penggunaan isu keagamaan pada Pilpres 2019. Di antaranya seperti penyebutan khilafah karena itu merupakan bentuk politisasi agama yang bersifat peyoratif (menjelekkan).
Din Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (30/3) menyebut imbauan itu sesuai Taushiyah Dewan Pertimbangan MUI sebagai hasil Rapat Pleno Ke-37 pada Kamis (28/3). Menurut Din, walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Qur'an adalah ajaran Islam yang mulia. "Manusia mengemban misi menjadi wakil Tuhan di bumi atau 'khalifatullah fil ardh'," kata Din.
Mempertentangkan khilafah dengan Pancasila adalah identik dengan mempertentangkan negara Islam dengan negara Pancasila. Sesungguhnya pertentangan itu sudah lama selesai dengan penegasan negara Pancasila sebagai 'Darul Ahdi was Syahadah' atau negara kesepakatan dan kesaksian. "Upaya mempertentangkannya merupakan upaya membuka luka lama dan dapat menyinggung perasaan umat Islam," ujar Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menambahkan, menisbatkan sesuatu yang dianggap Anti-Pancasila terhadap suatu kelompok adalah labelisasi dan generalisasi. Sikap ini berbahaya karena dapat menciptakan perpecahan di tubuh bangsa Indonesia.
Karena itu, MUI mengimbau segenap elemen bangsa agar jangan terpengaruh apalagi terprovokasi dengan pikiran-pikiran yang tidak relevan dan kondusif bagi Pemilu 2019 yang damai. "Mari kita ciptakan Pemilu/Pilpres yang damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban," ucapnya.