Sabtu 30 Mar 2019 07:58 WIB

Pengamat: Penarikan PMK E-Commerce Bisa Dipahami

Kehadiran PMK menimbulkan kegaduhan dan penggiringan opini.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Perpajakan dari Center for Indonesian Taxation (CITA) Yustinus Prastowo menilai, keputusan pemerintah menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) adalah kebijakan yang dapat dipahami. Di tengah kontestasi politik, kebijakan PMK Nomor 210 Tahun 2018 rawan menimbulkan kegaduhan dan penggiringan opini yang dapat merugikan. 

"Karena kebijakan perpajakan bagi e-commerce termasuk isu yang sensitif," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/3).

Baca Juga

Meski demikian, Yustinus tetap menyayangkan keputusan penarikan PMK tersebut. Pasalnya, kebijakan ini sudah menjadi peraturan resmi dan bermanfaat untuk memberikan penegasan bagi pelaku e-commerce maupun  petugas di lapangan. Apalagi, beberapa hal sudah diakomodasi dan menunjukkan langkah maju.

Yustinus menjelaskan, akan lebih baik apabila pemberlakuan dari PMK 210 ditunda beberapa bulan ke depan. Pemerintah dapat menyiapkan infrastruktur lebih baik, mematangkan sejumlah konsep dasar dan sosialisasi kepada seluruh stakeholder. 

Yustinus juga menilai, terkesan ada tekanan yang berlebihan dari pihak-pihak tertentu, termasuk ke asosiasi usaha yang cenderung menginginkan keadaan status quo. "Padahal dalam rangka menciptakan playing field, upaya yang ditempuh dan dihasilkan relatif sudah cukup baik dengan perbaikan-perbaikan," katanya. 

Selain itu, Yustinus menganjurkan pemerintah terus mendorong koordinasi dan sinergi yang lebih baik antar para pemangku kepentingan. Tujuannya, agar ada kebijakan dan roadmap yang komprehensif, harmonis dan sinkron. Termasuk untuk menjawab beberapa hal yang selama ini dipersoalkan seperti media sosial.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk menarik PMK 210/2018. Keputusan ini diambil untuk menghentikan kekisruhan dan spekulasi mengenai isu perpajakan di dunia digital. 

Setidaknya ada empat faktor yang mendasari penarikan PMK 210/2018. Pemerintah ingin lebih menguatkan koordinasi antara kementerian dan lembaga, meningkatkan pemahaman seluruh pemangku kepentingan, penguatan infrastruktur digital dan menunggu hasil survei asosiasi. "Mempertimbangkan empat faktor ini, saya putuskan menarik PMK 210/2018," tuturnya. 

Dengan penarikan PMK tersebut, Sri memastikan perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha baik e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan hingga Rp 4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5 persen dari jumlah omzet usaha.

Sri menegaskan, pemerintah terus melakukan pendekatan secara komprehensif agar masyarakat tidak merasa ada satu kelompok yang dikhususkan. Membayar pajak merupakan kewajiban semua pihak yang sudah sesuai dengan kriteria perundang-undangan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement