Sabtu 30 Mar 2019 10:40 WIB

Krisis Pangan Zimbabwe Memburuk Setelah Diterjang Topan Idai

Lahan pertanian di Zimbabwe hancur oleh terjangan topan Idai.

Rep: Umi Soliha/ Red: Nur Aini
Warga melihat kerusakan di jembatan akibat Badai Idai di Chimanimani, Zimbabwe, Ahad (17/3).
Foto: Tendai Chiwanza/ActionAid via AP
Warga melihat kerusakan di jembatan akibat Badai Idai di Chimanimani, Zimbabwe, Ahad (17/3).

REPUBLIKA.CO.ID, ZIMBABWE -- Banjir bandang dan tanah longsor yang dipicu Topan Idai awal bulan ini, telah menghancurkan ladang pertanian yang luas di provinsi Manicaland dan Masvingo pertanian Zimbabwe. Akibat dari hancurnya lahan pertanian tersebut krisis pangan semakin memburuk di negara Afrika selatan itu.

Para petani di desa Chipinge dan Chimanimani di Manicaland, yang terkena dampak terburuk, lebih dari 500 km di tenggara ibu kota, Harare, mengatakan topan itu menghancurkan kawasan itu pada malam panen, menghabiskan semua tanaman yang berada di sana.

Baca Juga

Fungai Njobwe (52 tahun), salah satu petani di sana mengatakan, kepada Aljazirah pada Sabtu (30/3), angin kencang dan air banjir telah merusak ladang jagungnya di kota Chipinge. Tanaman itu ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga selama satu tahun.

"Semua jagung kami hancur dan kami tidak memiliki harapan untuk memanen apa pun karena semuanya hilang, " kata Njobwe. Setelah air banjir surut, hama telah menginvasi ladang dan jagung dan memakannya," ujarnya.

PBB mengatakan Topan Idai adalah bencana alam terburuk sepanjang sejarah Afrika. Pada 14 Maret lalu meluluh lantakkan Mozambik lalu menghancurkan Zimbabwe dan Malawi.

Hampir 500 orang telah tewas dan lebih dari 600 ribu orang terlantar di Mozambik. dan di Malawi tercata 60 orang meninggal. Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), di Zimbabwe, badai itu menewaskan sedikitnya 185 orang dan menyebabkan 270 ribu orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Pada bulan Februari, sebulan sebelum badai terjadi, PBB mengatakan lebih dari satu juta orang di Zimbabwe "menghadapi tingkat darurat kerawanan pangan" karena kekeringan di awal tahun dan krisis ekonomi yang berkepanjangan di negara itu.

Ringson Chitsiko, sekretaris Zimbabwe untuk pertanian, mengatakan setelah kekeringan, sekarang negara hanya memiliki persediaan jagung sampai tujuh bulan ke depan. Zimbabwe perlu mulai mengimpor biji-bijian sekarang untuk mencegah kekurangan, katanya seperti dikutip oleh kantor berita Reuters.

Selama pertemuan industri biji-bijian di Harare, Chitsiko juga mengatakan, laporan peninjauan tanaman secara resmi 2019 akan ditunda karena topan, tetapi ia tidak memaparkan berapa banyak jagung yang telah rusak akibat badai.

Paul Zakariya, direktur eksekutif Serikat Petani Zimbabwe, mengatakan negara itu mungkin perlu mengimpor sekitar 900 ribu metrik ton biji-bijian tahun ini untuk menutupi kekurangan yang disebabkan oleh bencana kekeringan dan topan.

"Para petani sudah berjuang karena untuk mengatasi kering dalam tiga minggu terakhir, tetapi apa pun yang tersisa hanyut oleh hujan deras, membuat sebagian besar petani tidak memiliki apa pun untuk diperhitungkan. Kami tidak memiliki angka yang tepat untuk lahan yang rusak tetapi gandum harus diimpor untuk menebus kerugian yang terjadi, "katanya kepada Business Times, situs web berita lokal.

Rusaknya lahan pertanian juga memengaruhi mata pencaharian lain di wilayah Chipinge dan Chimanimani. Meratapi kenaikan biaya makanan, Junior Zuva (23 tahun) yang menjual jagung bakar di pinggir jalan di Chipinge, mengatakan bisnisnya menjadi sulit dipertahankan karena harga tinggi.

"Atap rumah saya rusak, sehingga saya perlu mencari uang untuk memperbaikinya. Tetapi hidup semakin sulit bagi kami, pertanian tempat kami memesan jagung tidak lagi dapat memasok kami seperti dulu," ujarnya.

Zuva mendesak Presiden Emmerson Mnangagwa untuk bertindak cepat dan mengatasi kekurangan pangan yang sangat tinggi di kawasan itu. "Dia harus melihat negaranya, anak-anak di negeri ini sedang sekarat karena kelaparan ... Beberapa hari terakhir harga jagung sangat tidak masuk akal untuk dibeli,  untuk membeli makan siang di toko-toko juga mahal," ujarnya.

Pada kunjungannya ke daerah yang dilanda topan minggu lalu, Mnangagwa berjanji pemerintah akan memberikan bantuan makanan yang diperlukan. Setidaknya  50 juta  dolar AS telah dialokasikan untuk tanggap darurat. Namun, para pejabat mengatakan jalan rusak menghambat pengiriman bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak badai. Pada Senin, agen-agen bantuan mulai mengirim pasokan penting ke Chimanimani melalui pesawat terbang.

Human Rights Watch pada Kamis (28/3) menyerukan penyelidikan atas dugaan bantuan politis dan partisan. Sementara Timo Olkkonen, duta besar Uni Eropa untuk Zimbabwe, dikutip oleh News Day, situs berita lokal, mengatakan distribusi makanan tidak boleh terdistorsi dengan cara apapun. Namun, Tendai Nyabanga, seorang anggota dewan lingkungan di distrik Chimanimani, membantah klaim tersebut. "Hal-hal ini tidak bermuatan politik. Kami mendistribusikan bantuan dengan baik," katanya kepada News Day.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement