REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Dradjad Wibowo mengatakan, Indonesia sudah saatnya mengembangkan fesyen berkelanjutan (Sustainable Fashion). Bahan tekstil rayon jcocok untuk fesyen berkelanjutan karena mudah didaur-ulang.
Dikatakannya, salah satu bahan baku tekstil adalah rayon atau viskosa, sebuah bahan selulosa yang diperoleh dari serat bubur kayu. "Saat ini rayon menyumbang 12% bahan baku tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, poliester 51% dan kapas 37%,” kata Dradjad, dalam seminar Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) “Sustainable Manufacturing and Fashion Trend Analysis”, di JI Expo Kemayoran, Jakarta, pekan lalu.
Rayon, menurut Dradjad, memiliki keunggulan karena nyaman dan enak dipakai. Baik di dalam maupun luar ruangan. Rayon juga cocok untuk Fesyen Berkelanjutan karena mudah didaur-ulang. Bahan bakunya pun bisa diambil dari hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola secara lestari.
Dradjad yang juga anggota Wanhor PAN itu menambahkan, pada awal 2019 ini di Indonesia terdapat 3,9 juta hektar HTI yang sudah bersertifikat lestari. Sertifikatnya berasal dari IFCC, yang merupakan bagian dari PEFC yang berbasis di Jenewa.
PEFC adalah skema sertifikasi hutan lestari terbesar di dunia. Saat ini di seluruh dunia terdapat 309 juta hektar hutan bersertifikat PEFC, dengan 750 ribu lebih pemilik hutan dan hampir 21000 perusahaan pengolahan hasil hutan.
Sertifikat PECF, kata Dradjad, sudah dipakai oleh berbagai perusahaan multinasional dan merek-merek terkenal dunia. Salah satu maskapai penerbangan terbesar di Asia juga memakai sertifikat IFCC/PEFC.
Dalam seminar yang dihadiri pelaku TPT dan fesyen dari Asia dan Eropa itu, Dradjad mendorong agar mereka menggunakan rayon yang berasal dari hutan lestari. Apalagi, Indonesia sudah mempunyai pabrik besar penghasil rayon yang bersertifikat IFCC/PEFC, yaitu Asia Pacific Rayon (APR), dengan kapasitas 250 ribu ton per tahun.
“Fesyen Berkelanjutan bisa membantu merek fesyen Indonesia menembus pasar dunia,” tegas Dradjad. Ini karena, beberapa peritel global sudah mulai menerapkan syarat Sustainable Fashion atau Ethical Fashion.
Dradjad mengingatkan, rakyat Indonesia sebagai konsumen produk fesyen sebenarnya memiliki kekuasaan. Mereka bisa memilih membelanjakan uangnya untuk produk yang ramah lingkungan atau yang merusak. “Rakyat Indonesia bisa berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim dengan berbelanja produk ramah lingkungan, khususnya produk Fesyen Berkelanjutan”, demikian imbuh Dradjad.