REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berawal dari hilang kontak, insiden pada 29 Oktober 2018 menjadi noda bagi reputasi Boeing sebagai produsen pesawat terbesar dunia dari Amerika Serikat (AS) itu. Kala itu, pesawat Lion Air nomor registrasi PK-LQP berjenis Boeing 737 MAX 8 dengan nomor penerbangan JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh ke laut.
Semula, Airnav Indonesia mulai melaporkan adanya hilang kontak dari pesawat Lion Air JT 610. "Betul bahawa pesawat Lion Air JT610 mengalami hilang kontak. Kami meneruskan informasi kepada tim SAR," kata Manager Humas Airnav Yohanes Sirait, Senin (29/10).
Seakan mendukung informasi dari Airnav, Kantor SAR (Kansar) Jakarta melaporkan adanya pesawat jatuh di sekitar Tanjung Karawang, Jakarta Barat. Tim kansar Jakarta dan RIB 03 Kansar Jakarta mulai menyisir Tanjung Karawang.
Personel Basarnas melakukan penyelaman untuk mencari korban pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di laut utara Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018).
Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang kala itu dijabat M Pramintohadi Sukarno menyatakan pesawat Lion Air JT 610 itu sempat meminta kembali ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebelum hilang kontak. "Pesawat semapat meminta return to base sebelum akhirnya hilang dari radar," kata Pramintohadi.
Tak lama setelah proses penyisiran, hari itu juga Badan Nasional pencarian dan pertolongan (Basarnas) menyatakan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada 29 Oketober 2018 jatuh ke laut.
"Ini dipastikan jatuh," kata juru bicara Basarnas Yusuf Latif dikutip dari Reuters.
Otoritas menyatakan pesawat hilang kontak 13 menit setelah lepas landas. Berdasarkan data dari Flightradar24, pesawat yang hilang kontak tersebut merupakan Boeing 737 MAX 8 dengan nomor penerbangan JT610.