REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setelah dua tabrakan mematikan dalam lima bulan, Boeing Co memulai kampanye untuk mengembalikan kepercayaan pada 737 MAX. Dengan upaya ini, Boeing berharap jet terlarisnya dapat kembali ke langit.
Upaya perusahaan dimulai dengan melakukan pembaruan perangkat lunak yang disebut-sebut sebagai penyebab pilot dari dua pesawat 737 MAX 8 tidak dapat mengendalikannya, sehingga mengakibatkan kecelakaan mematikan. Di Renton, Washington, perusahaan ini mengumpulkan pelanggan dan media berita pada Rabu (27/3) untuk mempelajari rincian pembaruan perangkat lunak tersebut.
Pembaruan tersebut dirancang untuk membantu pilot lebih mudah menghindari kondisi yang dikaitkan para penyelidik dengan kecelakaan Lion Air pada Oktober 2018 di Indonesia. Perangkat lunak pencegahan stall juga sedang dalam pengawasan dalam kecelakaan mematikan kedua bulan ini di Etiopia.
Sementara itu, di Washington DC, Badan Penerbangan Sipil AS (FAA) akan memberi pengarahan singkat kepada anggota parlemen tentang pengawasan perbaikan Boeing ke 737 MAX, dan bagaimana para pejabat berencana untuk meneliti pengujian keselamatan dalam waktu dekat. Kedua upaya ini menggarisbawahi posisi sulit perusahaan penerbangan AS tersebut dan regulatornya. Boeing perlu mendapatkan kembali kepercayaan dari pelanggan, penumpang, dan pejabat pemerintah dari Washington hingga Beijing setelah krisis yang telah menodai 737, program pesawatnya yang paling menguntungkan.
FAA mempertahankan pengawasannya terhadap pengembangan dan sertifikasi 737 MAX, meskipun regulator sedang bersiap untuk memerintahkan perbaikan keselamatan. "Itu adalah alarm bangun tidur yang sangat besar untuk Boeing dan FAA. Pertanyaannya adalah apakah mereka benar-benar dapat meyakinkan semua orang bahwa mereka telah melakukannya dengan benar kali ini," kata Richard Healing, konsultan keselamatan penerbangan yang merupakan mantan anggota Dewan Keselamatan Transportasi Nasional, dilansir di Bloomberg, Sabtu (30/3).
Perusahaan pesawat ini telah mengembangkan pembaruan untuk Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver atau MCAS. Sebuah laporan awal tahun lalu tentang Lion Air Flight JT610 menunjukkan bahwa sistem MCAS memaksa hidung pesawat turun berulang kali (stall) sebelum 737 MAX 8 jatuh ke Laut Jawa pada Oktober.
Boeing mengajukan rencana sertifikasi yang diusulkan untuk perubahan perangkat lunak ke FAA pada 21 Januari. Setelah mencobanya di simulator penerbangan, perusahaan melakukan uji terbang pada 7 Februari.
Itu diikuti oleh penerbangan sertifikasi dengan FAA pada 12 Maret, dua hari setelah Ethiopian Airlines flight 302 jatuh di dekat Addis Ababa, menewaskan 157 orang. Boeing merencanakan pengajuan akhir pembaruan perangkat lunak MCAS pada akhir pekan ini.
"Mungkin saja perubahan akan membuat 737 MAX kembali mengudara dalam beberapa pekan," kata konsultan penerbangan Robert Mann.
Ada risiko bahwa Boeing yang berbasis di Chicago dan FAA akan menghadapi jalan yang lebih panjang di depan sebelum jet, yang memulai debutnya kurang dari dua tahun lalu, dapat mulai terbang lagi. Regulator sedang meninjau pembaruan perangkat lunak yang diusulkan oleh Boeing. Para pejabat di Cina, Kanada, dan Uni Eropa - yang mengandangkan pesawat sebelum FAA - memberi isyarat bahwa mereka bermaksud untuk secara independen meninjau perubahan sebelum memulihkan penerbangan.
Mantan direktur pelaksana Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Peter Goelz menilai hal itu adalah terobosan dari preseden bersejarah, di mana regulator penerbangan di negara lain biasanya mengikuti jejak FAA dan menerima temuan mereka. "Ini mungkin berarti bahwa ada pengenalan kembali pesawat yang mencemaskan ke dalam layanan penerbangan. FAA harus memulai misi untuk mengembalikan kredibilitasnya dengan badan pengawas lainnya," kata Goelz.