REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Panglima militer Aljazair menyerukan kembali agar Presiden Abdelazis Bouteflika segera dinyatakan tidak layak melanjutkan masa jabatannya. Seruan ini datang menyusul aksi protes besar-besaran yang terjadi di negara itu selama lebih dari satu bulan.
Pada awal pekan lalu, Kepala Staf Angkatan Darat Aljazair, Letnan Jenderal Ahmed Gaed Salah mengajukan proposal kepada dewan konstitusi untuk menyatakan Bouteflika tidak layak menjabat. Langkah ini sesuai dengan ketentuan dalam hukum yang berlaku.
Kementerian Pertahanan Aljazair mengeluarkan pernyataan pada Sabtu (30/3), banyak orang yang mendukung rencana yang dibuat oleh militer. Meski demikian, masih ada pihak yang tidak menyetujuinya.
Pihak tersebut kemudian memunculkan kampanye media melawan militer. Mereka mengklaim banyak orang yang menentang proposal dari panglima militer tersebut.
Salah mengatakan pihak tersebut mencoba melemahkan keberadaan militer. Selama ini, militer sangat dihormati di Aljazair dan dukungan dari institusi itu dianggap penting untuk menjaga Bouteflika dan elite penguasa lainnya untuk tetap berkuasa.
Puluhan ribu pengunjuk rasa berpawai di sejumlah kota di Aljazair pada Ahad menuntut Presiden Abdelaziz Bouteflika mundur.
“Semua yang menentang proposal ini tidak bertindak sesuai dengan legitimasi konstitusional atau melemahkan tentara nasional. Ini sama sekali tidak dapat diterima,” ujar Salah dalam sebuah pernyataan.
Di bawah konstitusi Aljazair, ketua majelis tinggi parlemen, Abdelkader Bensalah akan menjabat sebagai presiden sementara negara itu. Setidaknya jabatan itu berlaku selama 45 hari, jika Bouteflika resmi mengundurkan diri.
Pencalonan Bouteflika kembali sebagai presiden negara di Afrika Utara itu telah memicu protes besar-besaran di seluruh Aljazair. Pria berusia 82 tahun itu telah menjabat sebagai presiden selama 20 tahun. Meski demikian, ia jarang tampil di hadapan publik sejak mengalami serangan strok pada 2013.
Meski telah mengumumkan dirinya tak akan melanjutkan masa jabatan kelima, namun hingga saat ini belum ada pengunduran diri resmi yang ia lakukan. Bouteflika menjadi salah satu pemimpin negara yang tetap berhasil berkuasa saat Arab Spring atau Musim Semi Arab terjadi pada 2011. Dalam gerakan tersebut, sejumlah pemimpin di negara-negara Timur Tengah, khususnya di sekitar Aljazair ditumbangkan.