REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) membenarkan sampai saat ini nama tersangka KPK, Bowo Sidik Pangarso, tetap ada didalam surat suara pemilihan legislatif (pileg) Pemilu 2019. Namun, masih ada peluang status pencalonan Bowo itu dibatalkan oleh KPU.
Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan surat suara Pemilu sudah dicetak sejak lama. Sementara itu, kejadian operasi tangkap tangan (OTT) KPK kepada Bowo baru terjadi belakangan.
Sehingga, nama Bowo masih ada di surat suara pileg tahun ini. "Ya masih (ada namanya di surat suara, Red). Sebab mencetaknya sudah lama (sebelum ada OTT dan menjadi tersangka, Red)," ujar Hasyim ketika dikonfirmasi, Ahad (31/1).
Dia melanjutkan, nama Bowo tidak akan dikeluarkan atau dicoret dari surat suara, jika tidak ada pemberitahuan resmi dari parpol pengusungnya. Pemberitahuan resmi yang dimaksud adalah surat resmi soal pemberhentian Bowo sebagai anggota parpol.
Dengan begitu, nama Bowo tetap bisa dicoblos atau dipilih dan suaranya tetap sah dalam pemilu. "Nanti seperti di Pilkada, misalnya calon di Tulungagung yang menjadi tersangka KPK bisa menang sebagai kepala daerah. Kemudian di Pilkada Maluku Utara juga kondisinya sama. Artinya mencoblos yang bersangkutan tetap sah dan suaranya memang untuk dia (caleg sendiri, Red)," ungkap Hasyim.
Namun, kondisinya berbeda jika Bowo kemudian tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai caleg. Jika demikian, suara dia akan masuk untuk parpol pengusungnya.
Hasyim lantas menjelaskan sampai saat ini masih ada potensi Bowo TMS sebagai caleg. Ini bisa terjadi jika ada surat keputusan resmi pemberitahuan dari parpol (dalam hal ini Golkar, Red) terkait pemberhentian Bowo sebagai anggota. "Surat itu disampaikan kepad KPU ya. Nanti akan jadi pertimbangan untuk membatalkan sebagai caleg. Sebab, salah satu syarat caleg adalah dia merupakan anggota parpol," tegas Hasyim.
Dia merinci ada dua penyebab pencalegan seseorang bisa dibatalkan. Pertama, individu terjerat pidana Pemilu dan sudah ada status hukum berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrahct). Kedua, jika individu TMS sebagai caleg.
"TMS itu //kan macam-macam ya. Bisa karena keanggotaan, bisa karena putusan pengadilan perkara pidana yang di luar pidana pemilu, karena meninggal dunia dan sebagainya," lanjut Hasyim.
Menurut Hasyim, meski saat ini Partai Golkar telah menyatakan memberhentikan Bowo Sidik Pangarso sebagai anggota parpol, harus tetap ada surat pemberitahuan ke KPU. Namun, dia mengungkapkan sampai saat ini belum ada komunikasi apapun terkait Bowo oleh Partai Golkar ke KPU.
"Belum itu. Namun, bukan berarti KPU menunggu surat itu. Kami tidak menunggu sebab urusan pencalegan itu domainnya parpol. Kalau parpol serahkan surat ke KPU ya kami proses, kalau tidak ya tidak akan kami apa-apakan," tegas Hasyim.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bowo sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpus Transportasi Kimia (HTK). Selain Bowo, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni pihak swasta Indung sebagai penerima suap dan Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti sebagai pemberi suap.
Sebelum menjadi tersangka, Bowo dikenal sebagai politisi Partai Golkar yang juga merupakan anggota Komisi VI DPR RI. Dalam Pemilu 2019, Bowo kembali mencalonkan diri diri sebagai caleg DPR RI 2019-2024, Dapil Jawa Tengah II, meliputi Demak, Jepara dan Kudus.