REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengatakan pihaknya tetap membuka layanan pindah memilih di hari libur dan akhir pekan. Namun, pindah memilih hanya diperbolehkan untuk keadaan tertentu.
"Iya tetap membuka layanan (pindah memilih) di akhir pekan, hari libur tanggal merah. Layanan ini kami buka hingga H-7 sebelum hari H pemungutan suara Pemilu pada 17 April nanti," ujar Viryan ketika dikonfirmasi, Ahad (31/3).
Sehingga, saat ini masyarakat boleh mengurus dokumen A5 sampai dengan 10 April mendatang. Namun, Viryan mengingatkan bahwa pindah memilih hanya untuk pemilih dengan keadaan tertentu. Kondisi tertentu itu yakni pemilih yang sedang sakit dan berada di RS, pemilih tahanan yang ada di lapas/rutan, korban bencana yang berada di pengungsian dan pemilih yang bertugas saat pemungutan suara 17 April.
"Sementara untuk mahasiswa atau pemilih yang pindah domisili, pemilih yang bekerja di luar wilayah domisilinya sudah tidak bisa lagi pindah memilih," tegas Viryan.
Sebagaimana diketahui, individu bisa mengurus dokumen pindah memilih di KPU daerah tujuan (KPU setempat tempat domisili saat ini). Adapun syarat yang dibutuhkan yakni membawa KTP-el atau suket bukti perekaman KTP-el (bagi individu yang penerbitan KTP-el nya belum selesai). KPU juga menyarankan untuk membawa Kartu Keluarga (KK) untuk membantu identifikasi data pemilih.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian terkait sejumlah pasal dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Adapun pemohon dari uji materi terdiri dari tujuh pihak, yakni Perludem (Pemohon 1), Hadar Nafis Gumay (pemohon 2), Feri Amsari (pemohon 3), Augus Hendy (pemohon 4), A. Murogi bin Sabar (pemohon 5), Muhamad Nurul Huda (pemohon 6), dan Sutrisno (pemohon 7). Perkara permohonan uji materi ini teregistrasi dengan nomor 20/PUU-XVII/2019.
Tujuh pemohon ini mengajukan uji materi pasal Pasal 210 ayat (1), Pasal 348 ayat (4), ayat (9), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan pemohon 1 pemohon 4, pemohon 5, pemohon 6 dan pemohon 7 untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Kamis (28/3).
MK menyatakan frasa 'paling lambat 30 hari' pada Pasal 210 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Menurut MK, jika pindah memilih dilakukan dalam kondisi tidak terduga, di luar kemampuan dan kemauan pemilih, maka pindah memilih bisa diurus hingga paling lambat tujuh hari sebelum hari H pemungutan suara.
"Sepanjang tidak dimaknai paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara, kecuali bagi pemilih dalam kondisi tidak terduga di luar kemampuan dan kemauan pemilih. Karena sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara. Ditentukan paling lambat tujuh hari sebelum hari H pemungutan suara," lanjut Anwar.