Senin 01 Apr 2019 10:13 WIB

BPN Soroti Pengakuan Eks-Kapolsek Dukung Capres Tertentu

Kapolres Garut bantah telah mengarahkan jajarannya mendukung capres tertentu.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Viva Yoga Mauladi.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Viva Yoga Mauladi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengakuan eks-Kapolsek Pasir Wangi Garut AKP Sulman Ajis yang diperintah kapolres Garut mendukung paslon 01 Jokowi- Makruf Amin memicu perhatian publik. Meski pengakuan itu telah dibantah kapolres, namun bola panas terlanjur bergulir.

Wakil Ketua Umum PAN, Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN), Viva Yoga Mauladi menilai jika hal ini benar, maka polisi telah merusak fungsi lembaganya sendiri.

Baca Juga

"Polisi yang seharusnya sebagai alat negara, berubah menjadi 'Alat Politik kekuasaan'," katanya kepada wartawan, Senin (1/4).

Padahal di berbagai kesempatan Kapolri telah mengeluarkan surat instruksi kepada seluruh Kapolda se-Indonesia nomor surat: KS/ DEN C - 04/ III/ 2019/ DIVPROPAM, tertanggal 20 Maret 2019. Surat itu meminta agar polisi netral dalam setiap tahapan pemilu.

Kapolri telah menginstruksikan bagi aparat dilarang menyuruh orang atau anggota memasang gambar paslon, anggota dilarang berswafoto dengan mengacungkan jari tangan, dan dilarang menjadi pembicara di acara paslon.

Selain itu, jelas Viva, polisi juga diminta menghindari tindakan yang kontraproduktif dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat kepada Polri. Kemudian, Kapolri memerintahkan Kabidpropam untuk menjaga anggota Polri netral di pemilu 2019 dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran, baik itu disiplin maupun pelanggaran kode etik anggota Polri.

Viva mempunya analisis sendiri mengapa kasus polisi netral bisa terjadi di lapangan. Pertama, surat instruksi Kapolri tidak dijalankan, tidak ditaati oleh struktur kepolisian.

"Ada kekuatan misterius di luar Kapolri yang mampu mengalahkan kekuatan komando Kapolri. Jika terjadi kondisi seperti ini makan menjadi bahaya besar bagi lembaga kepolisian," jelasnya.

Kedua, menurut dia, teleks ataus surat instruksi Kapolri itu hanya lips service, sekedar menunjukkan secara formal kepada publik bahwa aparat kepolisian di pilpres netral, padahal mendukung paslon tertentu.

Untuk itu, beberapa hal penting yang harus segera dituntaskan, pertama, Komisi III DPR RI meminta penjelasan kepada Kapolri atas praktik aparat jajarannya yang masih bertindak tidak netral.

Dewan juga meminta polisi,  menjalankan fungsi secara profesional, penuh disiplin, dan  menjadi aparat negara yang bersih serta berkomitmen mewujudkan clean and good governance.

Ketiga, seluruh kekuatan civil society harus aktif dan partisipatif mengawal jalannya pemilu dan mengontrol seluruh institusi negara agar sesuai dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Bantah Kapolres

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Garut, AKBP Budi Satria Wiguna membantah tuduhan mantan anak buahnya AKP Sulman Aziz tentang berpolitik praktis memerintahkan jajaran kepolisian di kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk mendukung dan memenangkan salah satu pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2019.

Kapolres menegaskan tidak pernah mengarahkan anggotanya untuk mendukung salah satu capres. "Sama sekali tidak ada perintah untuk menggalang kekuatan guna pemenangan salah satu pasangan Capres-Cawapres," kata Budi kepada wartawan di Garut, Ahad (31/3) malam.

Pernyataan Kapolres Garut itu merupakan tanggapan dari adanya mantan Kapolsek Pasirwangi, AKP Sulman Aziz yang melontarkan pernyataan kepada media massa tentang mendapat perintah dari mantan atasannya untuk menggalang kekuatan memenangkan pasangan Jokowi-Maruf Amin.

Ia mengatakan, sebagai pimpinan Polri di wilayah Garut selalu berupaya melaksanakan tugas sesuai aturan yang berlaku, termasuk menjaga netralitas Polri dalam pesta demokrasi. Ia mengungkapkan, setiap bulan dan waktu tertentu selalu mengadakan rapat dengan tujuan hanya untuk menganalisa dan mengevaluasi tugas-tugas kepolisian dalam rangka pengamanan pemilu.

Menurutnya, tuduhan mantan anak buahnya itu ada kaitannya dengan mutasi jabatan. Padahal sesuai aturan kebijakan mutasi anggota kewenangan Polda Jabar, bukan di tingkat Polres. "Mutasi oleh Polda, bukan Polres," kata Kapolres.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement