Senin 01 Apr 2019 16:32 WIB

ICMI: Anak Bangsa Harus Tahu Mosi Integral Natsir

Mosi Integral Natsir salah satu prestasi gemilang dalam pentas sejarah

Ketua Umum ICMI, Prof Jimly Ashiddiqie di Kantor MUI Pusat, Senin (1/4).
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Ketua Umum ICMI, Prof Jimly Ashiddiqie di Kantor MUI Pusat, Senin (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Sarasehan Peran Umat Islam dalam Memelopori, Mendirikan, Mengawal dan Membela NKRI di Kantor MUI pada Senin (1/4). Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Jimly Ashiddiqie yang menjadi salah satu pembicara dalam sarasehan mengingatkan pentingnya anak bangsa mengetahui Mosi Integral Natsir.

Sebagaimana diketahui, Mosi Integral Natsir salah satu prestasi gemilang dalam pentas sejarah yang sangat monumental dalam parlemen Indonesia. Mohammad Natsir (Pendiri Masyumi) mampu menyatukan kembali Indonesia yang terpecah belah dalam pemerintahan negara-negara bagian buatan Van Mook menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam prosesnya, mosi tersebut tidak lahir begitu saja tapi membutuhkan perjuangan.

Jimly mengatakan, isu NKRI dan Pancasila selalu dipertentangkan dengan umat Islam. Padahal tokoh Islam justru menjadi penggerak terbentuknya NKRI. "Jadi saya rasa baik kalau kita mengingatkan seluruh anak bangsa bahwa Pak Natsir tokoh Masyumi yang lama sekali distigmatisasi berhadap-hadapan dengan Pancasila," kata Jimly kepada Republika di Kantor MUI, Senin (1/4).

Menurutnya, 3 April 1950 saat Natsir mengajukan Mosi Integral ke parlemen, pantas untuk diperingati. Hari tersebut sama penting seperti peristiwa-peristiwa sejarah yang sudah ditetapkan dan diresmikan sebagai hari nasional. Maka 3 April juga harus menjadi hari nasional atau hari NKRI.

Ia menerangkan, penetapan 3 April sebagai hari NKRI bisa meredam isu yang mempertentangkan Islam dengan dengan NKRI. Sebab komitmen untuk menjaga NKRI dan Pancasila sudah final. Jadi jangan ada lagi sikap saling mengucilkan di antara anak bangsa.

"Semua kita adalah bangsa yang sudah sepakat dengan Pancasila, kalau ada orang yang belum paham ini menjadi objek dakwah dan pendidikan, mereka adalah kelompok yang perlu dicerahkan, jangan dimusuhi," ujarnya.

Jimly menegaskan, jangan memusuhi rakyat dan warga Negara Indonesia. Mereka yang tidak tahu atau belum paham NKRI dan Pancasila jangan dimusuhi tapi dididik dan dicerahkan. Supaya mereka mengerti bahwa Pancasila, Islam dan agama apapun yang dianut rakyat Indonesia telah sesuai dengan kesepakatan bersama.

Ia mengingatkan, pengkhianatan terhadap kesepakatan bersama adalah perbuatan melanggar hukum. Tapi jangan semua didekati dengan jalan hukum. Artinya orang yang salah paham jangan langsung dimasukkan ke penjara. "Itu sekarang penjara sudah penuh, jadi jangan semua didekati secara hukum," jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement