Senin 01 Apr 2019 16:07 WIB

BPK Temukan Potensi Penerimaan Negara Hilang

Menurut BPK ada selisih data ekspor antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya perbedaan data antara data ekspor yang dilakukan pemerintah dengan data realisasi penerimaan barang dari negara tetangga yang menjadi tujuan ekspor. Perbedaan data ini kemudian menimbulkan selisih yang bisa menjadi potensi penerimaan negara.

Anggota IV BPK Rizal Djalil merinci, ada empat besar negara tujuan ekspor khususnya sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) saat ini. Empat negara tersebut antara lain India, China, Korea Selatan dan Jepang. Sayangnya, menurut data BPK, dari keempat negara tujuan ini masih ada selisih data.

Baca Juga

"Ini ada distorsi, ada dispute, antara barang yang dikirimkan dari pelabuhan di Indonesia dengan pelabuhan di negara tujuan ekspor," kata Rizal di Universitas Indonesia, Senin (1/4).

Rizal merinci untuk negara India misalnya, pada periode 2017-2018 Indonesia mengekspor komoditas minerba dengan total 174,6 juta ton. Sedangkan data impor yang dilakukan oleh India atas komoditas yang Indonesia kirim sebesar 197,3 juta ton. Artinya, ada selisih 22,7 juta ton.

Sedangkan untuk Korea Selatan pada periode 2017-2018 Indonesia mengekspor komoditas minerba dengan total 62,1 juta ton. Sedangkan data penerimaan oleh Korea Selatan sebesar 78,7 juta ton. Ada selisih 16,6 juta ton.

Sedangkan ke Jepang, Indonesia mengekspor komoditi mineral dan pertambangan sebesar 53,1 juta ton. Sedangakan realisasi yang diterima oleh Jepang sebesar 60,9 juta ton yang artinya ada selisih sebesar 7,8 juta ton.

"Ini bukan persoalan Kementerian ESDM, ini persoalan kita semua. Mungkin saya juga harus berkoordinasi teman-teman Kementerian Keuangan, Bea Cukai dan lain sebagainya," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono tak menampik persoalan perbedaan data tersebut. Namun dia memastikan bahwa apa yang tercatat selama ini di ESDM merupakan data real dari pengapalan perusahaan perusahaan sektor minerba.

Untuk itu, kata Bambang pihaknya bersama beberapa stakeholder lainnya sedang membuat satu singel data dan acuan perhitungan ekspor impor khusus di sektor minerba. Hal ini perlu dilakukan kata Bambang agar tidak terjadi persoalan perbedaan data kembali.

"Itu perbedaan data saja. Kita kerjasama sama BPS dan Bea Cukai dan Perdagangan untuk buat satu indikator data ekspor impor itu," ujar Bambang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement