Senin 01 Apr 2019 16:35 WIB

BPN Temukan Dugaan NIK Ganda dan KK Manipulatif

Inkonsistensi NIK berasal dari pengecekan ulang Tim IT BPN.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Pemilu (ilustrasi).
Pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menemukan persoalan baru dalam potensi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Kasus baru tersebut, diduga menyangkut tentang banyaknya temuan inkonsistensi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) para calon pemilih. Daftar NIK bermasalah tersebut, menambah angka invalid DPT versi BPN 02 yang saat ini diyakini pihaknya mencapai 17,5 juta pemilih.

Direktur Informasi dan Teknologi (IT) BPN Agus Maksum mengatakan, temuan inkosistensi NIK tersebut, baru timnya dapatkan belakangan. “Ini (inkonsistensi NIK) banyak kita temukan. Jumlahnya masih belum dihitung karena terlalu banyak,” ujar dia usai konfrensi pers BPN dan Relawan Prabowo-Sandi di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (1/4). Sementara ini, tim IT BPN baru mengidentifkasi NIK yang inkonsisten di Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Majalengka, di Jawa Barat (Jabar).

Baca Juga

Agus menerangkan soal inkonsistensi NIK ini berasal dari pengecekan ulang tim IT BPN terhadap daftar potensi pemilih sementara (DP4) yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dari pengecekan tersebut, didapat sejumlah NIK yang sama tetapi digunakan oleh nama-nama yang berbeda. Temuan lainnya, NIK milik satu nama yang sama, tetapi terdaftar di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) berbeda.

NIK merupakan angka validasi kependudukan resmi yang dimilik setiap warga negara pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) keluaran dan tercatat di Kemendagri. Setiap warga yang mempunyai KTP dipastikan memiliki NIK yang berbeda. KTP sebagai syarat mutlak warga negara agar mempunyai hak pilih dalam Pemilu. Karena itu inkonsistensi NIK berpotensi memunculkan pemilih ganda yang masif dalam Pemilu 2019.

“Kita (BPN) menyampaikan temuan-temuan ini, untuk membantu KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk memastikan jumlah DPT. Karena masih ada waktu bagi KPU menyisir semua masalah dalam DPT sementara,” kata Agus.  Persoalan DPT, pun sampai hari ini belum pungkas. Temuan BPN tentang 17,5 juta pemilih invalid membuat KPU belum juga merilis jumlah DPT final.

KPU seharusnya merilis DPT final Pemilu 2019,  pada 17 Maret lalu. Sementara Pemilu 2019 menyisakan 16 hari sebelum pencoblosan pada 17 April mendatang. BPN sudah tiga kali mendatangi KPU terkait laporan 17,5 juta pemilih invalid dalam potensi DPT. Jutaan pemilih invalid tersebut, terangkum dalam tiga kategori. BPN menyebutnya DPT Tak Wajar.

Tak wajar dalam keterangan tanggal, dan bulan kelahiran. Tak wajar dalam tahun lahir, dan tak wajar dalam usia. Ketidakwajaran dalam tanggal dan bulan kelahirn teridentifikasi menggunakan tiga jenis penanggalan yang sama. Sebanyak 9,8 juta pemilih tercatat menggunakan tanggal dan bulan lahir yang sama, pada 01/07. Yang lainnya, pemilih yang teridentifikasi menggunakan tanggal dan bulan lahir yang sama, 01/01 ada sebanyak 2,3 juta. Selebihnya, 5,3 juta menggunakan tanggal dan bulan lahir yang sama, 31/12.

“Penggunaan tanggal dan bulan lahir yang sama itu, yang menurut kami (BPN) tidak wajar,” kata Agus. Dari jumlah tersebut, Agus menerangkan, 304 ribu pemilih dengan usia di atas 90 tahun. Sebanyak 20 ribuan, teridentifikasi berusia di bawah 17 tahun. Ada juga nama-nama potensi DPT, yang teridentifikasi menggunakan data Kartu Keluarga (KK) yang manupulatif. Temuan KK manipulatif, BPN temukan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim) dengan jumlah 41,55 ribu KK.

Terbanyak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng) dengan 44,5 ribu KK fiktif. Menyusul Kabupaten Majalengka, di Jabar dengan 22,43 ribu KK manipulatif. Menengok sebarannya, dalam data IT BPN sebanyak 17,5 pemilih invalid tersebut, terbanyak ada di Jabar dengan angka mencapai 7,1 juta pemilih.  Jatim dengan 5,3 juta pemilih, dan Jateng dengan 3,8 juta pemilih invalid. Adapun di Banten, dan DKI Jakarta, data pemilih invalid, menurut BPN berada di angka 1,4 juta, dan sekitar satu juta pemilih.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengatakan pihaknya dan KPU daerah sedang menyelesaikan temuan data pemilih tidak valid yang dilaporkan oleh BPN Prabowo-Sandiaga Uno. Dia juga menjelaskan sejumlah detail dari temuan data tidak valid sebesar 17,5 juta orang tersebut.

"Saat ini sedang dalam penyelesaian seluruhnya. Sebagian data yang disampaikan oleh BPN 02, sudah diselesaikan oleh teman-teman KPU di daerah. Jadi yang melakukan perbaikan data apabila ada yang keliru itu teman-teman KPU daerah. KPU RI mengkordinasikan, mensupervisi, memonitoring pekerjaan itu dan memastikan teman- teman mengerjakanya," jelas Viryan kepada wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).

Dia melanjutkan, temuan data tidak valid sebesar 17,5 juta itu tidak hanya terdiri dari satu jenis kasus saja. Misalnya, kata Viryan, bukan hanya soal bulan dan tanggal lahir yang sama.

Kemudian, kasus lain di mana dalam satu keluarga tercatat ada satu KK dengan ratusan pemilih. "Ada satu nomor KK berisi sekian ratus pemilih, nah yang seperti itu sudah diperbaiki," ungkap Viryan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement