Senin 01 Apr 2019 20:09 WIB

BPS: Musim Panen, Daya Beli Petani Turun

Penurunan itu berdasarkan hasil pemantauan harga perdesaan di 33 provinsi.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Gita Amanda
Buruh tani mengangkat gabah yang baru dipanen (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Buruh tani mengangkat gabah yang baru dipanen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan pada Nilai Tukar Petani (NTP) 0,21 persen pada Maret 2019 dibanding dengan Februari 2019. Penurunan itu berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 33 provinsi di Indonesia.

NTP merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Secara umum, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, NTP merupakan indikator daya beli karena dapat melihat tingkat kemampuan petani menukar produk pertaniannya menjadi barang dan jasa yang dikonsumsi maupun digunakan kembali dalam biaya produksi.

"Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (1/4).

Penurunan NTP disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.

Penurunan NTP pada Maret dipengaruhi penurunan NTP di tiga subsektor pertanian dengan perubahan paling tajam terletak di, NTP Tanaman Pangan sebesar 1,33 persen. "Ini musim panen, harga gabah turun agak tajam jadi mempengaruhi pendapatan petani," ujar Suhariyanto.

Menurut Suhariyanto, pemerintah harus segera memperhatikan hal ini. Sebab, bulan depan masih termasuk musim panen raya di berbagai tempat dan tidak menutup kemungkinan harga gabah dapat kembali turun.

Selain NPT Tanaman Pangan, penurunan juga terjadi pada NTP Peternakan sebesar 0,22 persen dengan komoditas yang menyebabkan penurunan terbesar adalah ayam ras pedaging dan telur ayam ras. NTP Perikanan turut mengalami penurunan 0,41 persen dikarenakan turunnya harga  komoditas pada kegiatan perikanan tangkap.

Sedangkan Subsektor Hortikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat mengalami kenaikan NTP, yakni masing-masing 0,87 dan 0,70 persen. Suhariyanto menjelaskan, penyebabnya adalah perbaikan harga untuk bawang merah, karet, sawit dan tembakau.

Dari 33 provinsi, sebanyak 16 provinsi mengalami penurunan NTP, sedangkan 17 lainnya mengalami kenaikan. Penurunan NTP terbesar pada Maret terjadi di DKI Jakarta, yaitu 2,43 persen. Penyebabnya, penurunan pada subsektor perikanan kegiata perikanan tangkap, khususnya komoditas cumi-cumi yang turun 2,62 persen.

Sebaliknya, kenaikan NTP tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara, yaitu 1,41 persen. Penyebabnya, kenaikan pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat, terutama komoditas kakao yang naik hingga 3,11 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement