Selasa 02 Apr 2019 05:30 WIB

BI Ingin Penerbitan Surat Utang Korporasi Meningkat

BI merilis kebijakan pelonggaran RIM perbankan untuk mendorong penerbitan surat utang

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Obligasi.
Foto: seputarforex.com
Obligasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pelonggaran rasio intermediasi makroprudensial (RIM) perbankan diharapkan dapat menjadi stimulus penerbitan surat utang korporasi, baik sukuk mau pun obligasi. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP), Linda Maulidina menyampaikan ini merupakan target jangka panjang Bank Indonesia.

"Selain untuk meningkatkan penyaluran kredit perbankan, diharapkan bisa juga membawa likuiditas dari sisi penerbitan surat utang korporasi," kata Linda di kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Senin (1/4).

Baca Juga

Ia menambahkan dengan kebijakan tersebut ke depannya korporasi akan semakin giat untuk mencari sumber dana melalui penerbitan surat-surat berharga. Kebijakan pelonggaran RIM memungkinkan surat berharga dimasukkan dalam kalkulasi sebagai sumber dana untuk disalurkan pada pembiayaan.

Juga, surat berharga sebagai tempat penyaluran pembiayaan perbankan. Linda mengatakan perbankan punya kecenderungan untuk menempatkan kelebihan likuiditasnya pada penempatan di surat berharga.

"Sehingga kami lihat di jangka panjang, ini menjadi stimulus untuk penerbitan surat berharga," kata dia.

Deputi Direktur DKMP Susi Wandayani menyampaikan, tahun lalu, BI juga melakukan penyempurnaan ketentuan terkait penyangga likuiditas makroprudensial (PLM). Ia mengatakan, ini sangat berpengaruh untuk mengelola likuiditas bank, terutama dari sisi tenor gate.

Kebijakan membuat perbankan dapat lebih fleksibel dalam mengelola manajemen likuiditasnya. Kebijakan makroprudensial tersebut adalah langkah-langkah BI menjaga stabilitas pasar keuangan dalam negeri. Ke depannya, BI akan tetap melakukan penilaian terhadap kondisi pasar untuk menentukan kebijakan pendorong stabilitas moneter.

Dua peraturan terbaru ini dituangkan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/5/PADG/2019 yang merupakan perubahan ketiga atas PADG Nomor 20/11/PADG/2018 tanggal 31 Mei 2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS).

PADG tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21 Maret 2019 untuk memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Meski mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan ekonomi, perbankan harus tetap memperhatikan terjaganya stabilitas sistem keuangan.

Substansi pengaturan dalam perubahan ketiga PADG RIM dan PLM yaitu penyesuaian kisaran batas bawah dan batas atas dari target RIM dan target RIM Syariah. Dari sebelumnya masing-masing sebesar 80-92 persen menjadi sebesar 84-94 persen dan penyesuaian contoh perhitungan.

Ketentuan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2019. Pengenaan sanksi bagi BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM, BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM Syariah, dan UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM Syariah dengan kisaran batas bawah dan batas atas dari Target RIM dan Target RIM Syariah mulai berlaku pada 1 Oktober 2019.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement