REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Anggota Fraksi PKS DPR Tamsil Linrung mengingatkan peran tokoh dan umat Islam dalam perjalanan Indonesia. Tokoh Islam Mohammad Natsir adalah pencetus cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini disampaikan Tamsil dalam kegiatan ‘Road show dan Tabligh Akbar MIUMI: Integrasi Keislaman dan Kebangsaan’, di Makassar Sulawesi Selatan. Dalam perjalanan bangsa ini, kata dia, terdapat peran besar umat Islam. “Dengan tokohnya Moh Natsir, yang dikenal dengan mosi integralnya,” kata Tamsil.
Gagasan Natsir mengusulkan agar negara bagian RIS (Republik Indonesia Serikat) berubah menjadi Negara Kesatuan Indonesia. Peristiwa ini dikenal dengan istilah Mosi Integral Natsir.
Menurut Tamsil, pada 1949, Natsir menyatakan ketidaksetujuannya Irian Barat masuk ke RIS. Ia meninggalkan posisinya sebagai menteri penerangan dan berkonsentrasi di parlemen sebagai ketua Fraksi Partai Masyumi.
Natsir memanfaatkan momentum berkeliling ke daerah untuk meminta masukan ulama dan masyarakat tentang sistem negara yang ideal. Dari proses itu, kata Tamsil, Natsir kemudian merumuskan Mosi Integral.
"Jadi Natsir adalah pemimpin formal di Indonesia yang selalu melibatkan ulama dalam pengambilan keputusan. Dan pesannya adalah jangan pernah meninggalkan ulama, apalagi kalau ulama sudah berfatwa,” ungkap calon anggota DPD dapil Sulawesi Selatan, di Pemilu 2019 ini..
Integrasi yang ingin ditunjukkan saat ini, menurut Tamsil, adalah membangun 'rumah besar' yang di dalamnya ada organisasi-organisasi besar, tapi satu dengan lainnya ada satu kesatuan keumatan.
“Ini sebagaimana terjadi di Jakarta dulu. Bagaimana gerakan 212 mencampakkan gerakan-gerakan formal lain sebagai gerakan yang mengklaim sebagai gerakan formal yang bisa mengeliminir kekuatan-kekuatan yang lain,” paparnya.
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sulsel, Ustaz Rahmat Abdurrahman mengatakan, Tabligh Akbar diselenggarakan untuk memberi pencerahan tentang Integrasi Keislaman dan Kebangsaan. Kegiatan ini, kata dia, memberikan gambaran bahwa Islam tidak pernah bertentangan dan nasionalisme.
“Isu nasionalisme tidak boleh dijadikan tameng untuk memukul umat Islam,” kata dia.