REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kritik Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang daftar pemilih invalid dalam Pemilu 2019 dianggap salah alamat. Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendari Zudan Arif Fakhrullah menyampaikan agar tim pemenangan pasangan nomor urut 02 dalam Pilpres 2019 itu membaca aturan terkait pemilihan umum.
Zudan mengatakan, Kemendagari pun pemimpinnya, Mendagri Tjahjo Kumolo tak punya kewenangan dalam penentuan daftar pemilih. Persoalan daftar pemilih sepenuhnya menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu. “Menteri dalam negeri, Dirjen dukcapil, nggak boleh cawe-cawe soal DPT (daftar pemilih) kalau tidak minta oleh KPU. Soal DPT sepenuhnya ada di KPU,” kata dia saat diskusi tentang DPT Bermasalah di Jakarta, Selasa (2/4).
Pernyataan Zudan menjawab tudingan dan kekesalan dari Direktur Media dan Informasi BPN 02 Hashim Djojohadikusumo pada Senin (1/4). Dalam konfrensi pers soal DPT Invalid di Jakarta, Hashim menyampaikan keengganan Kemendagri bertanggung jawab soal temuan 17,5 juta daftar pemilih invalid. Hashim menilai, acuhnya Kemendagri sebagai bentuk keberpihakan terhadap kontenstan Pilpres 2019.
Bahkan gamblang Hashim menyebut Mendagri Tjahjo, tak netral. Namun Hashim memaklumi itu. Karena kata Hashim, Mendagri Tjahjo politikus dari PDI Perjuangan, partai utama pengusung pasangan nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin. Hashim mengatakan, daftar pemilih invalid yang jumlahnya mencapai 17,5 juta suara, berpotensi mengancam penyelenggaraan pemilihan umum.
Namun Zudan membantah tuduhan Hashim. Profesor bidang kependudukan itu mengatakan, perlu bagi elite dan relawan di BPN membaca aturan tentang pemilu, dan peran instansi dan penyelenggara. Terutama kata dia, UU 7/2017 dan PKPU 11/2018. Beleid pertama, Zudan menerangkan tentang peran Kemendagari dalam Pemilu. Yaitu, sebagai eksekutif yang ditugaskan mencatat data kependudukan di tingkat kecamatan.
Pendataan tersebut, sebagai bahan mentah bagi KPU menentukan jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Sekaligus data penentukan wilayah para pemilih dapat menggunakan hak pilihnya. Kemendagri juga menyampaikan data potensi pemilih (DP-4). DP-4, kata Zudan sebagai modal dasar bagi KPU menentukan jumlah daftar pemilih tetap (DPT). “Sampai DP-4, tugas Kemendagari terkait pemilu sudah selesai,” kata Zudan. DP-4, sudah diserahkan Kemendagri kepada KPU sejak 2017. Rinciannya, sekitar 196 juta pemilih.
“Dari DP-4 menjadi DPT, itu sepenuhnya ada di KPU,” kata Zudan. Ia menegaskan, dalam penentuan DPT, Kemendagri tak dibolehkan terlibat. Meskipun, dalam tahap akhir penentuan DPT, Kemendagri dibolehkan memberikan pertimbangan dan saran. Namun dengan syarat adanya permintaan dari KPU. “Jadi kalau Kemendagri, atau Mendagri, atau Dirjen Dukcapil ikut-ikutan dalam (penentuan) DPT, itu melanggar konstitusi, melanggar UU. Melanggar PKPU,” terang dia.
Zudan menjamin, netralitas Kemendagri dalam penentuan DPT. Itu sebabnya, Zudan menambahkan, anggapan BPN agar Kemendagri menjawab persoalan DPT invalid, tak dibenarkan. Bukan karena cuma tak punya kewenangan. Melainkan, karena dilarang dalam aturan. “Karena Kemendagri, bukan penyelanggara pemilu. Paling banter (maksimal), Kemendagri hanya bisa menyampaikan saran kepada KPU. (Saran tersebut) boleh diterima atau ditolak oleh KPU,” sambung Zudan.
BPN 02 mengklaim daftar pemilih invalid mencapai 17,5 juta pemilih. Temuan tersebut, sudah dilaporkan kepada KPU sejak 19 Desember 2019. Laporan serupa kembali BPN sampaikan pada 27 Maret. Padahal semestinya, KPU mengumumkan DPT final pada 17 Maret, atau sebulan sebelum hari pencoblosan, 17 April. Direktur Informasi dan Teknologi (IT) BPN Agus Maksum, pada Senin (1/4) menerangkan tentang komposisi DPT invalid tersebut.
Kata dia, DPT invalid merupakan data pemilih yang terdeteksi tak wajar. Yaitu berupa angka keseragaman yang tak wajar terkait informasi tanggal dan bulan lahir seorang pemilih yang terdapat dalam DPT sementara. Selain itu, juga adanya daftar pemilih dalam kartu keluarga (KK) dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang manipulatif. Masalah terakhir yang IT BPN temukan, juga tentang inkonsistensi NIK seorang pemilih.
BPN juga menemukan sejumlah KK dengan keanggotaan yang tak wajar mencapai ratusan. Bahkan, BPN juga menemukan pemilih dengan usia tak wajar, pun data pemilih yang belum lahir. Direktur Media dan Informasi BPN Hashim Djojohadikusomo menyampaikan, masifnya pemilih invalid akan membuat hasil pemilu menjadi tak punya lejitimasi. Menurut dia, DPT invalid potensi masalah yang besar bagi semua kontestan pemilu.